Monday, May 25, 2015

(11) Maya : Untuk Nyawa yang Akan Terlahir ke Dunia

Pagi itu, Senin 26 Mei 2014 aku mendapat informasi dari bidang Pengabdian Kepada Masyarakat tentang kebutuhan sekantong darah golongan O. Seorang ibu yang akan melahirkan sedang berada di rumah sakit membutuhkannya untuk operasi persalinan. Saat itu UDD PMI sedang kehabisan stok darah O sehingga meminta bantuan pada KSR PMI Unit Universitas Jember untuk mengusahakan pendonor. Ya, sebagai anggota memang selalu menjadi alternatif bagi organisasi kami untuk mengusahakan pendonor, baik dari anggota sendiri maupun UKM tetangga.

Informasi tersebut tidak langsung ku iyakan. Di satu sisi aku ingin membantu, namun di sisi lain aku ragu karena mungkin periode haidku akan datang. Ah, kenapa harus pikir panjang? Bismillah, kucoba saja semoga lolos untuk donor. Apalagi untuk nyawa yang akan terlahir ke dunia, saat ini yang si ibu butuhkan adalah sekantong darah untuk kelancaran persalinannya.

Tidak lama kemudian aku ke UDD untuk donor. Tak henti-hentinya aku berdoa dalam hati semoga lolos pemeriksaan kesehatan dan diperbolehkan untuk donor. Sepertinya tekanan darahku agak rendah, namun aku tidak pusing dan Hb-ku normal. Syukurlah, aku diperbolehkan untuk donor. Setetes demi setetes darahku keluar dengan lancar melalui selang hingga memenuhi kantong.

“Sudah selesai, Mbak. Apa Mbak merasakan pusing?”, tanya petugas dengan senyum ramahnya.

“Oh, tidak, Mbak.”, jawabku. Ia pun menyarankanku berbaring sejenak supaya aku tidak pusing.

Sudah lima menit, kuputuskan untuk berdiri dan keluar dari ruang donor. Saat berjalan keluar barulah pandanganku menjadi gelap dan aku merasakan pusing. Dengan mata sedikit terpejam, aku berjalan sambil meraba tembok. Setelah duduk di kursi lobi, aku semakin pusing, keringat dingin, aku pun mual dan muntah. Aih, memalukan sekali. Masa’ anak KSR collapse setelah donor? Kenapa aku seperti ini? Biasanya donor baik-baik saja. Apa aku kehabisan banyak darah? Ah, pikiranku menjadi tak karuan.

Kondisiku ini malah membuat keluarga pasien khawatir, mereka pun memberiku minyak angin dan teh. Aduh, niatku untuk membantu, untuk kemanusiaan, koq malah merepotkan, sih? Aku pun berusaha meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja, supaya mereka tidak terlalu khawatir. Setelah kondisiku memulih, mereka bergegas menuju rumah sakit untuk menemui kaluarganya yang akan melahirkan.

“Terima kasih, Mbak. Maaf Mbak-nya sampai pusing. Ini, sebagai rasa terima kasih.”, kata ibu pasien sambil memberikan selembar amplop.

“Tidak perlu repot-repot seperti ini, Bu. Justru saya yang minta maaf sudah membuat ibu khawatir.”, jawabku sambil mengembalikan amplop tersebut.

Walaupun sudah berusaha kukembalikan pemberiannya, tapi beliau tetap saja memaksa. Ah, apa-apaan ini? Niatku sukarela mendonorkan darah, karena bagaimanapun ini untuk kemanusiaan. Akhirnya pemberian dari beliau kuserahkan ke organisasi.

Sesampainya di rumah, aku langsung tidur dan memperbaiki nutrisi. Susu, minuman ion, roti, dan sebagainya aku konsumsi karena takut terjadi hal yang lebih buruk. Sore harinya, ternyata aku benar-benar haid. Hmmm pantas saja tadi pagi setelah donor langsung down. Syukurlah tidak terjadi apa-apa padaku, yang telah donor darah dan haid di hari yang sama.

Akhir cerita, menolong sesama untuk kemanusiaan memang kewajiban kita. Namun selain itu, kita juga harus melihat kondisi diri, jangan memaksa yang akhirnya justru menyusahkan orang lain. Tetap SEMANGAT untuk KEMANUSIAAN, lakukan dengan SUKARELA! Siamo tutti fratelli.

No comments:

Post a Comment