Dan saya ingat kembali masa
itu, ketika prinsip kesukarelaan yang artinya gerakan memberi bantuan atas
dasar sukarela tanpa unsur keinginan mencari keuntungan apapun, kami implementasikan
dalam hal lain. Bantuan yang umumnya dikonotasikan dengan bantuan untuk mereka
yang sedang tertimpa bencana atau yang sedang menghadapi konflik. kami anggap dengan
membuat eksis gerakan ini dengan tetap adanya relawan muda dimulai dari sekolah
kami. Karena kami yakin relawan adalah aset bagi berdirinya gerakan ini, ketika
relawan tidak ada maka gerakan ini akan mati dan hanya tinggal sejarah. Relawan
menggerakkan gerakan ini dan yang mengindahkan, melaksanakan, serta
menyosialisasi prinsip gerakan dan visi misi gerakan. Bermula dari pikiran
kecil tersebut kami anak yang baru menginjak usia 17 tahun tergerak untuk
melakukannya di sekolah kami.
Sekolah kami bukan
sekolah yang hebat dengan anggota PMR yang banyak. Kondisi sebaliknya malah
sedang kami alami. Setelah kami mengikuti Diklat KSR PMI Kabupaten Temanggung
sekitar 6 bulan yang lalu kami dihadapkan dengan masalah yang sangat krusial di
sekolah kami. Kami baru menyadari bahwa PMR Wira yang aktif di sekolah kami
hanya sedikit dan tanpa regenerasi. Kami siswa kelas 3 dan tak ada adik-adik
kelas kami yang melanjutkan Kepalangmerahan di sekolah kami. Ketika teman-teman
kami yang lain sibuk mempersiapkan ujian, kami bertiga tergerak hatinya untuk
melakukan Diklat PMR di sekolah kami. Saya, Listy , dan Tata saling
bahu-membahu untuk menghidupkan kembali PMR ini. Kami bukan orang penting di
PMR sekolah, tapi kami cinta gerakan ini. Mungkin terlalu klise untuk menjadikan hal tersebut sebagai alasan mengapa kami melakukan
hal ini.
Saya masih ingat ketika
ada acara rutin di sekolah dimana seluruh gerakan di sekolah kami. Seluruh
anggota PMR kelas 3 datang bersama dan mempromosikan kepalangmerahan di depan
adik-adik kelas. Rasanya kekuatan akan terbangun dan saya percaya bahwa kami
akan bisa mendapatkan banyak calon PMR
yang kualitas. Namun keadaan berbalik ketika teman-teman kami mulai sibuk
dengan persiapan ujian dan yang ada hanya tinggal kami bertiga.
Namun kami tak patah
semangat, kami dengan susunan kepanitiannya yang hanya 3 orang berusaha
mengajak adik-adik kelas kami untuk mengenal gerakan ini. Gerakan di mana 7
prinsip tetap ditegakkan dan lahir karena nurani. Ketika adik-adik kelas yang
antusias ingin mengikuti Diklat mulai berdatangan, amunisi baru yang sempat
hilang muncul kembali. Dengan calon peserta Diklat sekitar 25 anak kami bertiga
merasa bangga dengan jumlah itu.
Kami meluangkan waktu sore
kami yang sebenarnya sangat berharga untuk berlatih soal ujian untuk memberi
pelatihan kepada mereka. Mempersiapkan
materi, mempersiapkan alat peraga sampai acara Diklat puncak nanti. Karena kami
sadar tidak mungkin memberi mereka pelatihan selama 80 jam nonstop. Lebih baik
mencicil sehingga beban pelatihan adik-adik kelas tidak terasa.
Dan ketika materi yang kami
ajarkan telah cukup, kami memutuskan untuk melakukan Diklat puncak kepada
adik-adik kelas kami. Dengan usaha kami untuk mengajak teman-teman PMR kelas 3
yang lain untuk membantu acara Diklat puncak, akhirnya acara tersebut
terlaksana dengan baik dan sekitar 25
adik kelas kami resmi menjadi Anggota PMR sekolah ini. Regenerasipun akhirnya
dapat terlaksana dan kegiatan kepalangmerahan di sekolah kami pun tetap
berjalan.
No comments:
Post a Comment