Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah dalam konsistensinya memberikan banyak makna yang
terkandung dalam prinsi-prinsip dasarnya. Prinsip-prinsip dasar itu sendiri
terdiri dari: prinsip kemanusiaan (humanity),
prinsip kesamaan (impartiality),
prinsip kenetralan (neutrality),
prinsip kemandirian (independence),
prinsip kesukarelaan (voluntary service),
prinsip kesatuan (unity), dan prinsip
kesemestaan (university). Setiap
prinsip mengajarkan hidup saling membantu, gotong royong dan tolong menolong
sesama manusia. Tak ada yang membedakan setiap personalnya, semua memiliki hak
dan kewajiban yang sama sebagai penghuni bumi.
Bagi saya sendiri prinsip
kesamaan dan prinsip kesatuan sangat berkesan dalam hidup saya. Sudah banyak
perpecahan yang saya lihat hanya karena perbedaan suku, agama, ataupun ras.
Saya pikir keberagaman seharusnya membuat kita merasa lebih kaya dan tentu saja
menjadi kelebihan sendiri sebagai warga negara Indonesia. Keberagaman budaya,
bahasa, dan tradisi pada setiap jengkal tanah Indonesia dapat kita manfaatkan
dengan baik jika setiap warga negara Indonesia sadar akan kesamaan hak asasi
manusia yang menjadikan rasa persatuan tumbuh dalam hati pribadi masing-masing.
Saya
sendiri terlahir dari keluarga militer. Ayah saya seorang prajurit TNI AD.
karena itu, bisa dibilang saya termasuk salah satu anak kolong. Anak kolong
adalah sebutan untuk anak-anak prajurit TNI seperti saya. Dengan kondisi
seperti itu, saya sudah terbiasa dengan kedisiplinan, keteraturan, dan keberagaman.
Selain itu, saya dituntut untuk belajar mandiri sejak kecil. Bahkan saat Ibu
saya mengandung saya, ayah sedang melaksanakan tugas perdamaian dari PBB.
Beliau termasuk salah satu prajurit kontingan Garuda XII Indonesia untuk misi
perdamaian di Kamboja. Sejak kecil saya terbiasa ditinggal ayah untuk tugas
negara ataupun tugas untuk pindah teritorial. Untuk tugas negara misalnya, ayah
pernah ditugaskan di daerah konflik Timor Timur, Ambon Maluku, dan Nangroe Aceh
Darussalam (NAD). Dalam satu kali tugas akan menghabiskan waktu enam bulan
sampai satu tahun lebih. Dalam masa tugas, ayah hanya bisa berkomunikasi dengan
keluarga lewat telepon tanpa bertemu sama sekali. Apalagi saya adalah anak
pertama dalam keluarga saya, sudah sepatutnya saya harus lebih kuat dan bisa
diandalkan untuk membantu ibu saya.
Pada
setiap tugasnya, ayah bertemu dengan beragam suku, ras, dan agama yang berbeda.
Karakter yang berbeda pada setiap sukunya, bahasa yang berbeda pada setiap
wilayahnya kadang membuat perselisihan paham antar penduduknya. Seringnya
terjadi perang antar suku di daerah rawan konflik biasanya juga disebabkan oleh
masalah kecil yang dibesar-besarkan. Dalam situasi seperti ini saya
membayangkan betapa pentingya sebuah pemersatu yang bisa diterapkan pada tiap
kelompok suku tersebut. Dalam cerita ayah tersebut, terkadang diadakan
musyawarah untuk menghindari terjadinya perang antar suku.
Dalam musyawarah
tersebut, biasanya duduk permasalahan yang terjadi karena perbedaan cara
tangkap. Sebagai penengah, ayah biasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai satu
bahasa yang sama-sama dipahami oleh dua pihak yang terjadi perselisihan. Dan
setelah dijelaskan panjang lebar pada setiap kubunya, akhirnya masalahpun
selesai tanpa terjadi pertumpahan darah. Dari kondisi yang ayah ceritakan ini,
bahasa merupakan satu-satunya penghubung karena sama-sama dimengerti oleh dua
pihak tersebut. Bahasa merupakan alat pemersatu yang mungkin tidak kita sadari
bukti nyatanya, namun sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan. Persatuan dapat
dilaksanakan karena adanya kesamaan persepsi pada setiapa individunya.
Perbedaan bukan halangan untuk bersatu, perbedaanlah yang menguatkan persatuan.
No comments:
Post a Comment