Sebulan sudah aku
bergabung dengan PMI. Aku merasa sangat senang mempunyai pengalaman dan teman
yang luar biasa, yang tidak bisa kutemukan sebelumnya. Hari ini merupakan hari
Palang Merah, banyak kegiatan yang dibuat oleh anggota PMI untuk membantu
sesama. Karena banyaknya kegiatan, aku pulang tengah malam.
Aku pun tiba di rumah
dengan rasa lelah luar biasa. Ku buka pintu utama. Namun aku heran mengapa
pintu ini tidak terkunci. Aku pun bergegas masuk. Ku dapati mama dan papa duduk
di ruang tengah dengan wajah sangat kusut.
“Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini
baru pulang? Apa saja yang kamu lakukan di luar sana? Mau jadi apa kamu? “
dengan nada tinggi papa menghujani ku dengan kalimat buruk itu.
Aku tertunduk. Aku malas
menjelaskan ke papa dan mama. Karena aku tau mereka akan semakin marah.
Aku menarik napas dan mencoba
mengatur kata agar papa tidak semakin marah. Aku sudah bergabung menjadi
relawan PMI. Dan aku pulang jam segini karena baru selesai pulang kegiatan yang
diadakan oleh PMI.
Papa berdiri sambil
menyandarkan tangan kanannya ke pinggang “apa itu PMI? Apa gunanya kamu
bergabung menjadi relawan? Apakah mereka memberikan kamu uang? Itu hanya akan
membuang – buang waktu kamu saja” teriak papa.
Aku pun berlari menuju kamar,
tanpa menoleh sedikit pun ke arah mama dan papa.
“Hey, mau ke mana kamu? Papa belum
selesai bicara. Mama berusaha menenangkan papa.
Sesampainya di kamar,
aku langsung tidur tanpa mengganti pakaian ku. Aku merasa sangat lelah dan
penat dengan celotehan dari papa.
*keesokan harinya
Pukul 05.00 wib aku
melihat papa bergegas masuk ke dalam mobilnya. Aku tidak tau apa yang membuat
papa pergi bekerja sepagi itu. Mungkin ada hal penting yang harus diselesaikan
oleh papa. Satu jam kemudian aku melihat mama menangis sambil menggenggam
telepon
“Mama kenapa?” Apa yang terjadi ma? Tanya
ku khawatir sambil memeluk mama
“Pa – pa papa mu ke- ke celakaan “ ucap
mama sambil terbata – bata.
“Hah?! Jadi gimana keadaan papa sekarang
ma? “ tanya ku dengan sangat khawatir.
Mama menggeleng tidak tau sambil
menangis.
Aku
dan mama pun bergegas menuju rumah sakit yang telah diberitahukan orang yang
menelpon mama tadi. Saat di perjalanan di rumah sakit, mama mencerikan hal yang
selama ini mama dan papa tutupi. Mama dan papa 1 bulan lalu ke luar kota untuk
menyelamatkan bisnis papa yang hampir hancur. Dan tadi pagi papa berusaha
menyelamatkan rumah kita agar tidak ditarik oleh bank. Aku merasa kaget luar
biasa dengan keadaan keluarga ku ini. Aku berusaha tetap menenangkan mama.
“Ma, kita sudah sampai. Aris harap mama
bisa tenang. Jangan panik, kita pasti punya solusi dari semua masalah ini. “
dengan tenaang ku yakinkan mama sambil menggenggam tangan mama.
Kami bergegas
memasuki ruangan papa di rawat. Kami melihat papa terbaring tidak berdaya
dengan dikelilingi oleh banyak selang. Mama tak kuasa menahan rasa sedihnya,
dan langsung memeluk mama. Mama menyucurkan air matanya yang sudah berusaha
disekanya.
Aku dan dokter
berjalan kearah pintu ruangan papa dirawat.
“Dok, bagaimana keadaan papa saya? “tanya
ku khawatir”.
“Papa mu saat ini dalam keadaan koma,
dan membutuhkan banyak darah. Pihak rumah sakit sedang tidak memiliki golongan darah
yang dimiliki oleh papamu.” Kata dokter
“Baik dok, saya akan berusaha mencari
darah tersebut. “Aku berfikir untuk bisa menemukan darah dengan cepat untuk papa.” Sambil
mengangguk meyakinkan dokter.
*30 menit kemudian
Aku kembali menemui
dokter dengan membawa beberapa kantong darah yang dibutuhkan papa. Dokter pun
bergegas masuk ke ruangan papa. Mama heran melihat aku berhasil menemukan
darahh tersebut. dan aku pun menjelaskan kepada mama bahwa darah itu aku
dapatkan dari pihak PMI. Mama sangat senang dan memelukku dengan erat
*2 hari kemudian
Papa sudah siuman.
Mama sudah menceritakan semua yang terjadi selama papa koma. Termasuk donor
darah yang didapatkan untuk menyelamatkan nyawa papa. Papa sekarang sadar bahwa
uang bukanlah segalanya. Dan papa sudah mengizinkan ku untuk bergabung dengan
komunitas sosial.
wuiih asik ceritanya.
ReplyDeleteIni beneran?