Sunday, May 31, 2015

(30) Aisyah Safitri : Darah dari PMI Melunturkan Kesombongan

Sebulan sudah aku bergabung dengan PMI. Aku merasa sangat senang mempunyai pengalaman dan teman yang luar biasa, yang tidak bisa kutemukan sebelumnya. Hari ini merupakan hari Palang Merah, banyak kegiatan yang dibuat oleh anggota PMI untuk membantu sesama. Karena banyaknya kegiatan, aku pulang tengah malam.

Aku pun tiba di rumah dengan rasa lelah luar biasa. Ku buka pintu utama. Namun aku heran mengapa pintu ini tidak terkunci. Aku pun bergegas masuk. Ku dapati mama dan papa duduk di ruang tengah dengan wajah sangat kusut.
Belum sempat aku mengeluarkan sepatah kata pun, papa langsung menghujani ku dengan ribuan kata.

    “Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini baru pulang? Apa saja yang kamu lakukan di luar sana? Mau jadi apa kamu? “ dengan nada tinggi papa menghujani ku dengan kalimat buruk itu.

Aku tertunduk. Aku malas menjelaskan ke papa dan mama. Karena aku tau mereka akan semakin marah.

Aku menarik napas dan mencoba mengatur kata agar papa tidak semakin marah. Aku sudah bergabung menjadi relawan PMI. Dan aku pulang jam segini karena baru selesai pulang kegiatan yang diadakan oleh PMI.

Papa berdiri sambil menyandarkan tangan kanannya ke pinggang “apa itu PMI? Apa gunanya kamu bergabung menjadi relawan? Apakah mereka memberikan kamu uang? Itu hanya akan membuang – buang waktu kamu saja” teriak papa.

Aku pun berlari menuju kamar, tanpa menoleh sedikit pun ke arah mama dan papa.
“Hey, mau ke mana kamu? Papa belum selesai bicara. Mama berusaha menenangkan papa.

Sesampainya di kamar, aku langsung tidur tanpa mengganti pakaian ku. Aku merasa sangat lelah dan penat dengan celotehan dari papa.

*keesokan harinya

Pukul 05.00 wib aku melihat papa bergegas masuk ke dalam mobilnya. Aku tidak tau apa yang membuat papa pergi bekerja sepagi itu. Mungkin ada hal penting yang harus diselesaikan oleh papa. Satu jam kemudian aku melihat mama menangis sambil menggenggam telepon
     “Mama kenapa?” Apa yang terjadi ma? Tanya ku khawatir sambil memeluk mama
     “Pa – pa papa mu ke- ke celakaan “ ucap mama sambil terbata – bata.
     “Hah?! Jadi gimana keadaan papa sekarang ma? “ tanya ku dengan sangat khawatir.
Mama menggeleng tidak tau sambil menangis.

Aku dan mama pun bergegas menuju rumah sakit yang telah diberitahukan orang yang menelpon mama tadi. Saat di perjalanan di rumah sakit, mama mencerikan hal yang selama ini mama dan papa tutupi. Mama dan papa 1 bulan lalu ke luar kota untuk menyelamatkan bisnis papa yang hampir hancur. Dan tadi pagi papa berusaha menyelamatkan rumah kita agar tidak ditarik oleh bank. Aku merasa kaget luar biasa dengan keadaan keluarga ku ini. Aku berusaha tetap menenangkan mama.

      “Ma, kita sudah sampai. Aris harap mama bisa tenang. Jangan panik, kita pasti punya solusi dari semua masalah ini. “ dengan tenaang ku yakinkan mama sambil menggenggam tangan mama.

Kami bergegas memasuki ruangan papa di rawat. Kami melihat papa terbaring tidak berdaya dengan dikelilingi oleh banyak selang. Mama tak kuasa menahan rasa sedihnya, dan langsung memeluk mama. Mama menyucurkan air matanya yang sudah berusaha disekanya.

Aku dan dokter berjalan kearah pintu ruangan papa dirawat.
      “Dok, bagaimana keadaan papa saya? “tanya ku khawatir”.
    “Papa mu saat ini dalam keadaan koma, dan membutuhkan banyak darah. Pihak rumah sakit sedang tidak memiliki golongan darah yang dimiliki oleh papamu.” Kata dokter
    “Baik dok, saya akan berusaha mencari darah tersebut. “Aku berfikir untuk bisa menemukan darah dengan cepat untuk papa.” Sambil mengangguk meyakinkan dokter.

*30 menit kemudian
Aku kembali menemui dokter dengan membawa beberapa kantong darah yang dibutuhkan papa. Dokter pun bergegas masuk ke ruangan papa. Mama heran melihat aku berhasil menemukan darahh tersebut. dan aku pun menjelaskan kepada mama bahwa darah itu aku dapatkan dari pihak PMI. Mama sangat senang dan memelukku dengan erat

*2 hari kemudian

Papa sudah siuman. Mama sudah menceritakan semua yang terjadi selama papa koma. Termasuk donor darah yang didapatkan untuk menyelamatkan nyawa papa. Papa sekarang sadar bahwa uang bukanlah segalanya. Dan papa sudah mengizinkan ku untuk bergabung dengan komunitas sosial.

1 comment: