Tuesday, June 16, 2015

(101) Farah Husnika Fauziyah : Desa di balik Awan

SKN (Sekolah Kerja Nyata) adalah kegiatan wajib bagi siswa tahun kedua sekolah kami. Semacam KKN ketika kuliah, SKN juga akan mengantarkan kami ke suatu desa terpencil yang kelak akan mendidik kami menjadi ‘orang’ karena kami akan berprofesi sesuai kewajiban kami disini:guru SD,guru ngaji,dll. Desa Cupunagara adalah tujuan kami.desa di balik awan yang harus melewati jalan yang super rusak untuk mencapainya.Bahkan saya tak yakin pemerintah pernah melewatinya.

Di Cupunagara, saya mempunyai orang tu angkat, Bu Entar dan Pak Atang. Rumah Bu Entar bisa dikatakan ‘layak’ dibanding rumah penduduk lainnya. Walaupun lantainya masih beralaskan semen yang sudah mulai retak, dan seperti kebanyakan rumah lainnya rumah Bu Entar tidak terdapat WC sehingga untuk buang air saja kami harus sedikit ‘mendaki’ menuju WC umum. Dan ternyata WC umum ini benar-benar umum, bahkan ayam saja bisa melihat kami di WC karena WC tak berpintu!.Sungguh tak bisa disebut layak,ditambah minimnya cahaya sehingga harus membawa senter saat hari mulai gelap.

Bu Entar dan Pak Tatang mungkin pendidikannya tidak tinggi, namun mereka amat mengerti pentingnya pendidikan. Tidak seperti orang tua lainnya yang asalkan anaknya mau menyelesaikan SMP maka mereka bebas memilih mau melanjutkan sekolah, menikah, atau bekerja Bu Entar dan Pak Tatang, malahan mereka menyekolahkan anaknya di pesantren mesikipun harus membiayainya 700 ribu perbulan,cukup besar untuk seorang pemborong dan petani.

Selain membantu Bu Entar, tugas utamsaya adalh mengajar ngaji.Perjalanan sungguh melelahkan karena kami harus mendaki jalan yang berbatu parah untuk mencapai masjid yang terletak dekat gapura. Namun, saya menjadi semangat ketika melihat anak-anak kecil malah berlari-lari menuju masjid sambil membawa tas dan Quran di tangan. Mereka  tak mengenal lelah untuk menerima ilmu..Bu Ani adalah guru ngaji tunggal disini, rela mengajar 50 orang murid tanpa bayaran, baginya yang terpenting adalah anak-anak desa tak tertinggal ilmu agamanya.Itu pula yang kami rasakan, walaupun harus pulang malam ditemani sebatang senter karena hanya dari situlah penerangan kami.

Sesekali,saya ikut rombongan yang mengajar karena ternyata kami juga diminta mengajar di SDN 2 Cupunagara.Perjalanan menuju SD bukan perjalanan yang dekat, sekitar 1,5 KM dan kami menempuhnya dengan berjalan kaki.Sesampainya di sekolah, lagi-lagi lelah kami terbayar dengan semangat mereka belajar. Kepala sekolah pun menyambut kami dengan hangat.Tak banyak materi yang kami ajarkan, lebig banyak mengajak mereka ceria tentang tokoh inspiratif .Ternyata di SDN 2 ini, hanya ada 5 guru honorer dan yang lainnya sukarelawan, detik itu perasaanku bercampur, entahlah. Murid-murid sangat cerdas dan antusias, bahkan kata seorang guru, ada murid yang berangkat dari rumahnya jam 4 dan harus melewati sungai dulu untuk belajar di SD ini, ini bukan di film Laskar Pelangi, ini nyata.namun fasilitas dan guru tak memadai.


 7 hari di desa di balik awan,tak pernah terbayangkan akan bertemu sosok-sosok penuh inspirasi, Bu Entar yang begitu ikhlas bekerja d isawah untuk membantu suaminya semangat belajar anak-anak yang bahkan jarak ataupun cuaca tak membuat mereka absen di kelas, dan banyak lagi.disni, ternyata terlalu banyak yang masih harus kita bantu. Mereka, bukan bercita-cita menjadi stagnan,tapi ingin berubah. Namun,lingkungan tidak mendukung dan itulah yang menjadi PR saya di masa depan,bahwa saya mempunyai keluarga besar yang harus diangkat kehidupannya.

No comments:

Post a Comment