Tuesday, June 16, 2015

(96) Margaretha Dewi : Prinsip Kesamaan dalam Aksi

Indonesia merupakan negara yang unik. Negara yang kaya akan berbagai hal. Kaya akan budaya, ras, bahasa, tingkat sosial, pandangan politik maupun agamanya. Sungguh Negara kita adalah negara yang majemuk. Kemajemukan masyarakat di Nusantara ini berdampak pada perbedaan yang dapat mempengaruhi segala aktivitas dan kestabilan bangsa Indonesia sendiri. Kita pun sadar akan hal tersebut, bukan? Saya pun demikian.
Tujuh prinsip dasar dikenal dalam kepalang-merahan. Prinsip ini harus dikenal, dihayati dan dipahami oleh setiap anggotanya. Prinsip yang dikenal dengan Seven Fundamental Principle of Red Cross and Red Crescent ini terdiri dari : Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan, dan Kesemestaan. Ketujuh prinsip ini sungguh mempunyai makna terkhusus bagi saya. Esensi dari prinsip-prinsip ini mengandung semangat. Bukan sekedar semangat, namun ini merupakan semangat yang ditujukan bagi sesama juga lingkungan yang penuh kepedulian dan ketulusan bagi kelangsungan hidup sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Salah satu dari 7 prinsip ini dasar sudah mempengaruhi hidup saya. Sedari kecil saya tinggal bersama keluarga di suatu Dusun yang cukup jauh dari keramaian kota. Daerah yang masih asri dan sejuk dikelilingi barisan gunung-gunung dekat dengan kota Kecil nan indah bernama Salatiga. Dari bangku Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) saya mengenyam pendidikan di Kota Transit yang terletak persis antara Kota Semarang dan Solo itu meskipun lokasi Rumah keluarga berada di Pinggiran Semarang. Banyak warna, banyak rupa dan banyak rasa yang dapat dihayati. Bertemu berbagai macam tipe orang, berbagai budaya yang berbeda, juga agama yang berlainan. Disinilah prinsip Kesamaan terasa bermakna khususnya dalam salah satu cerita hidup saya dan sangat membekas sampai usia saya yang ke-20 ini.
Saya selalu bersekolah di sekolah negeri dan saya selalu menjadi kaum minoritas soal agama. Tidak hanya lingkungan sekolah saja, namun juga lingkungan tempat tinggal saya bersama keluarga. Sering kali keberadaan saya dan keluarga kurang diperhitungkan, begitu juga ketika saya di lingkungan akademik. Ada pihak yang menerima saya apa adanya namun disisi lain ada yang kurang bisa menerima. Tak jarang suatu golongan agama menyisihkan dan meragukan saya sekeluarga. Dari situlah saya mulai belajar arti toleransi dan kesamaan. Saya menyadari satu orang dengan yang lain pasti tidak akan sama, perbedaan pasti ada.
Prinsip Kesamaan ini akhirnya terus melekat pada diri saya. Perbedaan bukanlah suatu hambatan untuk bersatu, bukanlah  hambatan untuk terpecah belah. Karena perbedaan itu mengajari sikap peduli, bagaimana kita berteman dengan siapa saja tanpa memandang ras, agama serta golongan apapun. Situasi ini membantu saya membiasakan diri mempunyai kegiatan bersama masyarakat, contohnya mengulurkan tangan kepada sahabat sekitar yang membutuhkan tanpa melihat dan membedakan golongan apapun dalam kegiatan bakti sosial.
Pengalaman ini membuat saya selalu bersyukur dan selalu ingin berusaha memotivasi teman-teman yang lain. Menyadarkan diri saya untuk memahami karakteristik orang lain, berusaha meningkatkan kebiasaan untuk selalu berpikir positif, memandang segala hal bukan hanya dari satu sisi saja. Tak lupa selalu bersosialisasi dan menolong siapapun tanpa membedakan golongan. Perbedaan itu indah kawan.

No comments:

Post a Comment