Indonesia merupakan
negara yang unik. Negara yang kaya akan berbagai hal. Kaya akan budaya, ras,
bahasa, tingkat sosial, pandangan politik maupun agamanya. Sungguh Negara kita
adalah negara yang majemuk. Kemajemukan masyarakat di Nusantara ini berdampak
pada perbedaan yang dapat mempengaruhi segala aktivitas dan kestabilan bangsa
Indonesia sendiri. Kita pun sadar akan hal tersebut, bukan? Saya pun demikian.
Tujuh prinsip dasar
dikenal dalam kepalang-merahan. Prinsip ini harus dikenal, dihayati dan
dipahami oleh setiap anggotanya. Prinsip yang dikenal dengan Seven Fundamental Principle of Red Cross and
Red Crescent ini terdiri dari : Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan,
Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan, dan Kesemestaan. Ketujuh prinsip ini
sungguh mempunyai makna terkhusus bagi saya. Esensi dari prinsip-prinsip ini
mengandung semangat. Bukan sekedar semangat, namun ini merupakan semangat yang
ditujukan bagi sesama juga lingkungan yang penuh kepedulian dan ketulusan bagi
kelangsungan hidup sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Salah satu dari 7 prinsip
ini dasar sudah mempengaruhi hidup saya. Sedari kecil saya tinggal bersama
keluarga di suatu Dusun yang cukup jauh dari keramaian kota. Daerah yang masih
asri dan sejuk dikelilingi barisan gunung-gunung dekat dengan kota Kecil nan
indah bernama Salatiga. Dari bangku Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah
Menengah Atas (SMA) saya mengenyam pendidikan di Kota Transit yang terletak
persis antara Kota Semarang dan Solo itu meskipun lokasi Rumah keluarga berada
di Pinggiran Semarang. Banyak warna, banyak rupa dan banyak rasa yang dapat
dihayati. Bertemu berbagai macam tipe orang, berbagai budaya yang berbeda, juga
agama yang berlainan. Disinilah prinsip Kesamaan terasa bermakna khususnya
dalam salah satu cerita hidup saya dan sangat membekas sampai usia saya yang
ke-20 ini.
Saya selalu bersekolah di
sekolah negeri dan saya selalu menjadi kaum minoritas soal agama. Tidak hanya
lingkungan sekolah saja, namun juga lingkungan tempat tinggal saya bersama
keluarga. Sering kali keberadaan saya dan keluarga kurang diperhitungkan,
begitu juga ketika saya di lingkungan akademik. Ada pihak yang menerima saya
apa adanya namun disisi lain ada yang kurang bisa menerima. Tak jarang suatu golongan
agama menyisihkan dan meragukan saya sekeluarga. Dari situlah saya mulai
belajar arti toleransi dan kesamaan. Saya menyadari satu orang dengan yang lain
pasti tidak akan sama, perbedaan pasti ada.
Prinsip Kesamaan ini
akhirnya terus melekat pada diri saya. Perbedaan bukanlah suatu hambatan untuk
bersatu, bukanlah hambatan untuk
terpecah belah. Karena perbedaan itu mengajari sikap peduli, bagaimana kita berteman
dengan siapa saja tanpa memandang ras, agama serta golongan apapun. Situasi ini
membantu saya membiasakan diri mempunyai kegiatan bersama masyarakat, contohnya
mengulurkan tangan kepada sahabat sekitar yang membutuhkan tanpa melihat dan
membedakan golongan apapun dalam kegiatan bakti sosial.
Pengalaman ini membuat
saya selalu bersyukur dan selalu ingin berusaha memotivasi teman-teman yang
lain. Menyadarkan diri saya untuk memahami karakteristik orang lain, berusaha
meningkatkan kebiasaan untuk selalu berpikir positif, memandang segala hal
bukan hanya dari satu sisi saja. Tak lupa selalu bersosialisasi dan menolong siapapun
tanpa membedakan golongan. Perbedaan itu indah kawan.
No comments:
Post a Comment