Monday, June 15, 2015

(39) Frida caturima : Berat sama Dipikul, Ringan sama Dijinjing.

Sewaktu aku duduk di bangku SD, aku sering mendengar peribahasa Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Namanya juga anak SD, mendengar peribahasa seperti itu masih acuh tak acuh. Pikirannya masih bermain. Mengerjakan PR saja masih berdasarkan perintah ibu. Sempat aku mengerti arti kata peribahasa itu, namun hanya aku ingat saat mau ulangan Bahasa Indonesia saja, setelah itu menguap entah kemana.
Seiring berjalannya waktu, aku duduk di bangku SMP dan baru mengerti apa arti peribahasa Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Peribahasa itu mengandung arti “sama-sama menderita dan sama-sama bahagia”. Atau bahasa kasarnya; susah bareng-bareng, seneng bareng-bareng. Peribahasa itu baru aku rasakan ketika melakukan kegiatan OSIS membantu menyortir barang untuk para korban banjir. Ternyata aku baru tahu, peribahasa ini satu prinsip dasar yaitu kemanusiaan. Bagiku, prinsip kemanusiaan adalah prinsip yang tidak akan lepas dari kehidupan bermasyarakat selama masyarakat itu masih menerapkan sistem gotong royong di lingkungannya. Dan aku, kalau ngomongin soal kemanusiaan pasti tidak akan ada habisnya.

Ketika itu, musim hujan tiba. Sekitar bulan Januari hingga Februari. Hujan memang sangat deras dan langit pun gelap. Ditambah petir menyambar dan angin berhembus sangat kencang. Kalau kalian mau tahu, lapangan di sekolahku juga ikut banjir. Pukul 06.30, bel sekolah sudah berbunyi dan yang siap belajar hanya setengah dari jumlah siswa. Yang lainnya kemana? Masih belum diketahui kabarnya. Alhasil, kami belajar dengan murid seadanya.
Keesokan harinya masih gerimis ditambah langit yang gelap. Bermunculan kabar banyak siswa tidak masuk karena rumah kebanjiran dan harus mengungsi. Bahkan ada juga guru yang tertimpa musibah kebanjiran. Yang tidak kebanjiran hanya bisa berdoa dan berharap supaya hujan berhenti dan airnya cepat surut.
Bulan ini Jakarta harus menghadapi musim hujan dengan tabah dan sabar. Di Televisi mengabarkan banjirnya semakin parah tingginya hingga sepinggang orang dewasa.
Mendengar musibah yang menyayat hati, pihak sekolah berinisiatif ingin menyumbang makanan, barang, dan obat-obatan untuk para pengungsi kebanjiran. Alhasil, pembina OSIS menyuruh kami –anggota OSIS- untuk mengumpulkan sumbangan berupa baju, makanan, dan obat-obatan. Barang sudah terkumpul dan menggunung di ruang OSIS, tinggal disortir. Kami semua menyortir antara barang berupa sandang dan pangan. Kegiatan menyortir barang bukanlah hal yang mudah. Kami harus menyortir antara pangan berupa mie instan dan bukan, antara baju dan celana, dan masih banyak lagi. Kegiatan ini memakan waktu tiga hari secara berturut-turut.
Tiga hari telah berlalu, keringat bertumpahan seperti sehabis berolahraga ekstrim. Barang-barang sudah disumbangkan. Dari kegiatan ini kami sudah berkorban banyak. Mulai dari pelajaran, tenaga, dan waktu. Tapi kami tidak mengeluh, kami justru senang bisa membantu para korban banjir. Disini kita bersusah payah untuk menyortir barang, disana mereka bersusah payah untuk menyelamatkan jiwa dan harta benda. Disini kita senang karena bisa membantu mereka, disana mereka juga senang karena mendapat bantuan. Tidak ada bedanya, kami semua sama-sama berjuang.  
 Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Walaupun kalimatnya sedikit tapi berjuta maknanya. Ingat, bantulah mereka yang sedang kesusahan dengan lapang dada dan ikhlas. Membantu dimana saja, kapan saja, sama siapa saja. Karena bagaimanapun juga, kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. 

No comments:

Post a Comment