Sepertinya aku telah salah memilih
menuliskan kata-kata ini tetapi aku 100% menyadarinya: aku bukanlah anggota
resmi kesehatan namun aku selalu berusaha menerapkan tujuh Prinsip Dasar Gerakan.
Terlihat bodoh jika diriku hanya bercerita, kuakui diriku sendiri tidak
bergabung dalam keanggotaan PMI, banyak alasan yang menghambatku menuju kesana
tetapi aku benar menyadarinya, akulah yang selalu kagum dengan mereka.
Kekaguman itulah yang membawaku pada arus ini, aliran Prinsip Dasar Gerakan
yang tak pernah lekang oleh waktu. Cerita ini bukanlah menjadi ajang pencarian
‘kesombongan’ diriku tapi sebuah lilin yang nyata terang bagi diriku sendiri
atau bahkan bisa menerangi orang lain, aku berharap seperti itu.
Kemanusiaan. Tak disadari umur yang sudah
mencapai dua puluh tahun membuatku tumbuh menjadi orang –yang bisa dikata–
peduli, meski sejatinya kepedulian itu tolok ukur yang dirasakan orang lain.
Hanya saja aku selalu mengingat akan keuda orang tuaku, mereka menyayangiku,
bukankah sudah sepantasnya aku menyayangi mereka pula. Bagaimana dengan orang
lain? Aku berusaha dengan prinsip ini, menyayangi orang lain berarti membuatku
semakin dewasa, mengerti akan betapa pentingnya hidup ini.
Kesamaan. Ayahku seorang keturunan
Yogyakarta dan Batak, ibuku seorang keturunan Cina dan Jawa, Aku? Ya. Apalagi
yang membuatku merasa sinis dengan perbedaan? Akulah beda, kamu beda, kita
beda, semua orang beda, apakah yang pantas kita permasalahkan? Kita tercipta
saling berbeda, ingat, tidak untuk disatukan karena satu artinya tak ada perbedaan,
namun perbedaanlah yang menyatukan kita.
Kenetralan. Aku ingat akan PMI yang
melakukan donor darah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara beberapa waktu silam,
netral bukan berarti biasa, netral artinya bertindak dengan logis dan tidak
memihak. Donor darah bukan sekedar prinsip Kesukarelaan dan Kemandirian melayani
bagi PMI tetapi juga bentuk nyata bahwa orang-orang membutuhkan bantuan PMI
tanpa kecuali, PMI tak memiliki maksud lain selain membantu mereka, ya, netral,
jernih seperti langit biru yang memancarkan semangatnya.
Kesatuan. Apakah satu artinya aku harus
berpegang pada kesatuan diriku? Ataukah satu adalah memegang tangan orang lain
untuk melangkah bersama? Aku memlih ya untuk pertanyaan kedua. Selalu saja ada
teman, sahabat, atau kerabat yang senantiasa membantu diriku ketika mengalami
kesulitan hidup. Aku merasa satu, bukan dua, atau tiga, atau lainnya. Aku
merasa ada persamaan dengan rasa kekeluargaan yang selalu ingin kutumbuhkan
balik pula kepada semua orang. KSR PMI Unit STAN menjadi inspirasi kesehatan
yang terbaik di kampus tercintaku, mereka kompak, selaras,
bersama, bagaimana denganku? Maukah diriku satu dengan sosial? Positif.
Kesemestaan. Aku teringat kampung halaman
ketika menuliskan kata demi kata ini. Betapa pun indahnya sungai mengalir,
dataran hijau sawah yang menebar luas, gunung dengan puncak keabu-abuannya,
hingga bintang gemerlapan yang mengukir langit. Aku teringat mereka karena di
sini cukup berbeda, ya, Jakarta. Namun bukan jadi halangan bagiku untuk
menikmati hidup. Semesta melihat kita, semesta memandangmu dari kejauhan,
kemarin, sekarang, dan esok hari. Aku percaya akan senyuman semesta itu.
Tujuh Prinsip Dasar tanpa disadari telah
membiusku ke dalamnya bagai xanax dan
mengobati luka kehidupanku bagai povidone
betadine. Prinsip-prinsip itu telah membalut kehidupanku bagai perban kasa
dan menyembuhkanku dari berbagai ‘penyakit’. Karena itulah aku mencintainya.
Tak kan pernah kulepaskan.
No comments:
Post a Comment