Ponorogo
itulah kota tempat tinggalku. Sejuta ilmu telah aku terima dan menjadi
pembelajaran dalam hidupku. Sewaktu pertama aku masuk SMA, aku mengikuti
kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Semenjak awal program kerjaku, aku
dan teman-teman diberi kepercayaan oleh Bapak dan Ibu guru untuk melakukan kegiatan
bakti sosial yang dilaksanakan setiap tahun oleh sekolahku. Tahun 2014 saatnya
desa Dayak, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo yang kami kunjungi. Pada
tanggal 15 September 2014 kami mengunjungi desa Dayak tersebut. Sungguh sangat
mengharukan sekali, keadaan di sana lebih parah dari keadaan di sekitarku.
Jalan penuh bebatuan yang dikelilingi pepohonan hutan menjadi pemandangan kami
di sana. Hanya terlihat sebagian kecil rumah yang letaknya hampir 100-500 meter
jaraknya per-rumah. Jalan yang naik turun seakan menjadi lintasan bagi kami.
Namun, hal tersebut tidak menyurutkan kami untuk berbagi rejeki dan membantu sesama.
Melalui prinsip kemanusiaan dan tolong menolong, hal yang sulit pasti dapat
tercapai dengan mudah.
Dengan semangat dan kerja keras, akhirnya
dapat menjangkau desa Dayak tujuan kami. Kami sangat senang sekali bisa bertemu
dengan warga sekitar. Sungguh heran dan merasa terhormat saja kami di situ,
warga menyambut kami dengan wajah gembira dan rasa persaudaraan yang kuat di
hati mereka. Di situ kami langsung melakukan sosialisasi dan menyampaikan
tujuan kami. Sosialisasi dilakukan oleh Bapak dan Ibu guru, dan kami ditugaskan
untuk menghibur anak-anak. Kami hibur anak-anak dengan melakukan kegiatan
lomba, seperti makan kerupuk, joget, menyanyi lagu nasional, dan lain-lain.
Anak-anak di situ pintar sekali, meskipun mereka tinggal terpencil lagu
nasional pun dapat dihafal. Sementara orang-orang di kota, banyak sekali yang
masih kurang hafal terhadap lagu nasionalnya.
Disamping kami menghibur anak-anak,
kami juga melakukan pemberian bantuan sembako terhadap para kepala keluarga. Di
situ terlihat sekali wajah yang ceria para warganya, mereka senang dapat sedikit
dibantu kehidupannya. Malang sekali nasibnya, kita seharusnya sebagai warga
yang mampu, harus dapat berfikir masih banyak orang yang membutuhkan kita. Kita
jangan hidup enak saja, tetapi kita juga harus melihat kehidupan mereka. Selain
itu, anak-anak di desa juga kami beri hadiah peralatan sekolah, masing-masing
satu paket per-anaknya. Hal ini kami lakukan sebagai pemicu semangat belajar
mereka. Namun, hal yang lebih menyedihkan sekali di sana hanya terdapat satu
sekolah, itupun hanya kelas 1, 2, dan 3. Selain itu ruangannya hanya dua ruang.
Kalau ingin meneruskan anak-anak harus berjalan kira-kira 5 km dari desa
mereka. Seharusnya pemerintah dapat mengatasi hal tersebut, jika hal tersebut
tetap terjadi bagaimana nasib penerus bangsa ini.
Akhirnya,
setelah kami berbincang-bincang dan menghibur warga desa, kami harus beranjak
pulang untuk berpamitan. Rasa sedih pun melintas dihati kami semua, tidak tega
rasanya meninggalkan saudara kami di sini. Kami juga memberikan kenangan dengan
foto kami dan warga desa di situ, supaya kami dan warga desa tetap selalu ingat
dan menjadikan kenangan tadi sebuah persahabatan. Sebuah kisah hidup warga desa
Dayak yang memotivasi kami untuk hidup sederhana dan mampu bersyukur dengan apa
yang kita peroleh. Meskipun bagi orang mampu, peralatan sekolah seperti itu
bukan barang yang mewah, tetapi bagi masyarakat Dayak menjadi barang berharga dan
sangat berarti untuk mereka semua.
No comments:
Post a Comment