Sering
kali aku mendengar cerita bahkan melihat secara nyata bahwa saudara kita tiap
hari ada yang membutuhkan darah. Kekurangan darah adalah salah satu faktor
utama meninggalnya seseorang. Hanya ada dalam bisikku, apakah suatu hari aku
mengalami hal yang sama.
Sebagai
seorang relawan yang tergabung dalam KSR PMI Unit Unila, jiwa kemanusiaanku
semakin bergejolak. Aku memang manusia
yang tidak bisa memberikan apa pun kepada sesama teman atau pun saudara. Namun,
aku selalu ingat pesan Rektor Unila, bahwa uang kita tidak akan punya setiap
saat, namun darah yang ada di dalam tubuh, ini yang kita punya. Setetes darah
nyawa bagi mereka, ini yang menjadi patokan.
Donor
darah awalnya membuatku takut, karena isu-isu yang negatif. Aku beranikan diri
untuk melakukuan donor darah secara sukarela. Semua isu negative itu, tenyata
tidak benar. Melalui donor darah sukarela inilah, kita akan semakin sehat
dengan pergantian sel darah selama tiga bulan.
Aku
membulatkan tekad untuk donor darah sukarela secara rutin tiap tiga bulan
sekali. Bahkan, aku pun mendaftarkan diri untuk menjadi pendonor siaga. Tiga
tahun sudah aku kuliah di Universitas Lampung. Suatu malam, ada yang
menghubungi telp. KSR PMI Unit Unila dan ternyata beliau membutuhkan darah
golongan darah B+ 10 kantong. Aku langsung terpanggil untuk mendonorkan darah
saat itu. Aku siap untuk donor.
Setibanya
di UTDC PMI Propinsi Lampung, aku bertemu dengan keluarga pasien. Keluarga
pasien termasuk orang belum mampu. Melihatnya kebutuhan darah 10 kantong hanya
untuk diambil trombositnya, aku menawarkan diri untuk donor tromboperesis.
Apabila aku melakukan donor tersebut, maka keluarga pasien tidak bisa mengambil
kantong darah tersebut dikarenakan menggunakan BPJS. Akhirnya, aku mendonorkan
darah secara sukarela untuk diambil 1 kantong darah biasa. Setelah donor,
keluarga pasien ingin memberikan ku sesuatu, namun ku menolaknya. Hal seperti
ini, mungkin lumrah untuk semua. Mendapatkan motivasi dari sahabatku,
“Bayangkan ketika kamu yang butuh darah, berapa banyak uang yang akan kamu
keluarkan”, ini salah satu hal yang membuat diriku menolak ketika akan diberi
imbalan.
Sejak
kecil, orang tua selalu memberikan nasehat agar tidak menerima imbalan ketika
membantu seseorang. Pesan kedua orang tua ku, terbawa sampai aku menginjak
pendidikan tinggi. Ikhlas adalah perbuatan mulia. Sesuai prinsip yang pertama
“Kemanusiaan” merupakan bentuk loyalitas kita membantu sesama tanpa
menghiraukan imbalan apa pun.
Melihat
keluarga pasien masih membutuhkan sembilan kantong darah, setelah melakukan
donor aku mencoba menghubungi teman satu angkatan di jurusan yang memang
sebagian besar mempunyai golongan darah B+. Ada enam teman yang aku ajak ke
UTDC PMI Propinsi Lampung. Alhamdulillah, semua berhasil melakukan donor darah
secara sukarela. Perasaan senang dalam batinku, bisa membantu sesama.
Kebutuhan
darah keluarga pasien tersebut terkumpul Sembilan kantong darah, karena ada dua
orang dari keluarga yang ikut donor darah secara sukarela. Perasaan cemas masih
terlihat pada diri kelurga pasien karena membutuhkan satu kantong darah.
Mukjijat atau apa pun itu, ada seseorang yang akan mendonorkan darah, dan aku
bertanya padanya, ternyata golongan darahnya B+. Aku memintanya agar donornya
ditujukan kepada kelurga pasien.
Semua
kantong darah terkumpul sepuluh kantong, dan malamnya dilakukan operasi.
Alhamdulillah pasien sudah membaik, dan kami pun senang mendengar kabar
tersebut.
No comments:
Post a Comment