Monday, June 15, 2015

(47) Yusuf Efendi : Kesukarelaan Berdonor Darah

Sering kali aku mendengar cerita bahkan melihat secara nyata bahwa saudara kita tiap hari ada yang membutuhkan darah. Kekurangan darah adalah salah satu faktor utama meninggalnya seseorang. Hanya ada dalam bisikku, apakah suatu hari aku mengalami hal yang sama.

Sebagai seorang relawan yang tergabung dalam KSR PMI Unit Unila, jiwa kemanusiaanku semakin bergejolak.  Aku memang manusia yang tidak bisa memberikan apa pun kepada sesama teman atau pun saudara. Namun, aku selalu ingat pesan Rektor Unila, bahwa uang kita tidak akan punya setiap saat, namun darah yang ada di dalam tubuh, ini yang kita punya. Setetes darah nyawa bagi mereka, ini yang menjadi patokan.


Donor darah awalnya membuatku takut, karena isu-isu yang negatif. Aku beranikan diri untuk melakukuan donor darah secara sukarela. Semua isu negative itu, tenyata tidak benar. Melalui donor darah sukarela inilah, kita akan semakin sehat dengan pergantian sel darah selama tiga bulan.

Aku membulatkan tekad untuk donor darah sukarela secara rutin tiap tiga bulan sekali. Bahkan, aku pun mendaftarkan diri untuk menjadi pendonor siaga. Tiga tahun sudah aku kuliah di Universitas Lampung. Suatu malam, ada yang menghubungi telp. KSR PMI Unit Unila dan ternyata beliau membutuhkan darah golongan darah B+ 10 kantong. Aku langsung terpanggil untuk mendonorkan darah saat itu. Aku siap untuk donor.

Setibanya di UTDC PMI Propinsi Lampung, aku bertemu dengan keluarga pasien. Keluarga pasien termasuk orang belum mampu. Melihatnya kebutuhan darah 10 kantong hanya untuk diambil trombositnya, aku menawarkan diri untuk donor tromboperesis. Apabila aku melakukan donor tersebut, maka keluarga pasien tidak bisa mengambil kantong darah tersebut dikarenakan menggunakan BPJS. Akhirnya, aku mendonorkan darah secara sukarela untuk diambil 1 kantong darah biasa. Setelah donor, keluarga pasien ingin memberikan ku sesuatu, namun ku menolaknya. Hal seperti ini, mungkin lumrah untuk semua. Mendapatkan motivasi dari sahabatku, “Bayangkan ketika kamu yang butuh darah, berapa banyak uang yang akan kamu keluarkan”, ini salah satu hal yang membuat diriku menolak ketika akan diberi imbalan.

Sejak kecil, orang tua selalu memberikan nasehat agar tidak menerima imbalan ketika membantu seseorang. Pesan kedua orang tua ku, terbawa sampai aku menginjak pendidikan tinggi. Ikhlas adalah perbuatan mulia. Sesuai prinsip yang pertama “Kemanusiaan” merupakan bentuk loyalitas kita membantu sesama tanpa menghiraukan imbalan apa pun.

Melihat keluarga pasien masih membutuhkan sembilan kantong darah, setelah melakukan donor aku mencoba menghubungi teman satu angkatan di jurusan yang memang sebagian besar mempunyai golongan darah B+. Ada enam teman yang aku ajak ke UTDC PMI Propinsi Lampung. Alhamdulillah, semua berhasil melakukan donor darah secara sukarela. Perasaan senang dalam batinku, bisa membantu sesama.

Kebutuhan darah keluarga pasien tersebut terkumpul Sembilan kantong darah, karena ada dua orang dari keluarga yang ikut donor darah secara sukarela. Perasaan cemas masih terlihat pada diri kelurga pasien karena membutuhkan satu kantong darah. Mukjijat atau apa pun itu, ada seseorang yang akan mendonorkan darah, dan aku bertanya padanya, ternyata golongan darahnya B+. Aku memintanya agar donornya ditujukan kepada kelurga pasien.


Semua kantong darah terkumpul sepuluh kantong, dan malamnya dilakukan operasi. Alhamdulillah pasien sudah membaik, dan kami pun senang mendengar kabar tersebut.

No comments:

Post a Comment