Tuesday, June 16, 2015

(93) Nuruddin Afandi : Menolong dengan Bermain

Sikap untuk saling tolong menolong memanglah sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu pembelajaran tentang arti dari tolong menolong seharusnya ditanamkan sejak usia dini. Tidak hanya pendidikan formal dari sekolah tetapi pendidikan budi pekerti yang luhur yang menjadi tugas utama orang tua sebagai guru pertama bagi anak-anak mereka.

Seperti yang terjadi pada saya, Toni, dan Angga. Kami bertiga hanyalah anak kecil seperti anak pada umumnya yang hidup di perkampungan sederhana. Kami bermain dengan mainan anak kampung, dan kami sudah merasa sangat bahagia.

Ketika itu kami duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. Sepulang sekolah kami sudah saling berjanji untuk bertemu di pematang sawah untuk bermain layang-layang. Setelah sholat dan makan siang saya berangkat menemui mereka berdua di sawah.

Kami bermain layang-layang dengan begitu semangat, tanpa peduli sengatan matahari siang itu. Kemudian tiba-tiba Toni berteriak, “Woi, ada orang panen jagung!” saya dan Angga akhirnya berlari mendekatinya. Dari kejauhan terlihat ada dua laki-laki dan satu perempuan yang sedang memanen jagung mereka. Akhirnya kami berniat untuk membantu mereka. Kami berlari mendekat ke arah mereka dan mengutarakan maksud kami. Setelah mendengar penuturan kami mereka pun setuju untuk mendapatkan bantuan dari kami.

Tugas kami sederhana, hanya memasukkan jagung yang telah dipetik ke dalam karung. Sembari bercanda kami mulai bekerja memenuhi setiap karung yang disediakan. Terkadang mereka bertanya kepada kami tentang berbagai macam hal. Nama, orang tua, tempat tinggal, sekolah, dan banyak hal yang mereka tanyakan pada kami.

Bahkan nasehat demi nasehat diberikan oleh mereka kepada kami bertiga. Mereka juga tidak marah melihat kami yang saling usil satu sama lain, mereka hanya tersenyum dan ada juga yang tertawa melihat tingkah kami.Hingga adzan sholat ashar pun berkumandang. Ternyata sudah banyak karung yang terkumpul oleh jerih payah kami. Setelah kami hitung ternyata sudah 28 karung penuh dengan jagung.

Lalu bapak yang berkumis lebat mendatangi kami dan bertanya hasil kerja kami. Dengan bangga kami mengatakan sudah mendapatkan 28 karung. Beliau tersenyum dan menyuruh kami berhenti membantu mereka. Beliau menyuruh kami untuk pulang karena sudah waktunya bagi kami mandi. Sebelum pulang beliau memberikan kami masing-masing satu kantong plastik berisikan 5 buah jagung. Kami tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Sepanjang berjalanan pulang kami tertawa dan berkhayal apa yang akan kami lakukan pada jagung ini. Di tengah-tengah pembicaraan kami, aku berceletuk tentang nama kedua bapak dan ibu yang memanen jagung di sawah tadi. Tawa kami semakin kencang karena kami lupa untuk bertanya nama mereka. Kami hanya menganggap pekerjaan yang diberikan kepada kami hanyalah sebuah permainan yang membuat kami begitu asyik bermain.


Ketika itu kami bertiga hanya ingin bermain, karena melihat layang-layang saja akan terasa bosan. Kami bahkan tidak berpikir untuk mendapat imbalan karena niat kami sejak awal hanya bermain. Tapi yang kami dapatkan tidak hanya jagung yang bisa kami nikmati, tapi juga nasehat serta doa yang sampai sekarang saya masih mengingatnya. “Belajar yang rajin, saya doakan kalian menjadi orang besar.”

No comments:

Post a Comment