Sikap untuk
saling tolong menolong memanglah sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh sebab itu pembelajaran tentang arti dari tolong menolong seharusnya
ditanamkan sejak usia dini. Tidak hanya pendidikan formal dari sekolah tetapi
pendidikan budi pekerti yang luhur yang menjadi tugas utama orang tua sebagai
guru pertama bagi anak-anak mereka.
Seperti yang
terjadi pada saya, Toni, dan Angga. Kami bertiga hanyalah anak kecil seperti
anak pada umumnya yang hidup di perkampungan sederhana. Kami bermain dengan
mainan anak kampung, dan kami sudah merasa sangat bahagia.
Ketika itu
kami duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. Sepulang sekolah kami sudah saling
berjanji untuk bertemu di pematang sawah untuk bermain layang-layang. Setelah
sholat dan makan siang saya berangkat menemui mereka berdua di sawah.
Kami bermain
layang-layang dengan begitu semangat, tanpa peduli sengatan matahari siang itu.
Kemudian tiba-tiba Toni berteriak, “Woi, ada orang panen jagung!” saya dan
Angga akhirnya berlari mendekatinya. Dari kejauhan terlihat ada dua laki-laki
dan satu perempuan yang sedang memanen jagung mereka. Akhirnya kami berniat
untuk membantu mereka. Kami berlari mendekat ke arah mereka dan mengutarakan
maksud kami. Setelah mendengar penuturan kami mereka pun setuju untuk
mendapatkan bantuan dari kami.
Tugas kami
sederhana, hanya memasukkan jagung yang telah dipetik ke dalam karung. Sembari
bercanda kami mulai bekerja memenuhi setiap karung yang disediakan. Terkadang
mereka bertanya kepada kami tentang berbagai macam hal. Nama, orang tua, tempat
tinggal, sekolah, dan banyak hal yang mereka tanyakan pada kami.
Bahkan
nasehat demi nasehat diberikan oleh mereka kepada kami bertiga. Mereka juga
tidak marah melihat kami yang saling usil satu sama lain, mereka hanya
tersenyum dan ada juga yang tertawa melihat tingkah kami.Hingga adzan
sholat ashar pun berkumandang. Ternyata sudah banyak karung yang terkumpul oleh
jerih payah kami. Setelah kami hitung ternyata sudah 28 karung penuh dengan jagung.
Lalu bapak
yang berkumis lebat mendatangi kami dan bertanya hasil kerja kami. Dengan
bangga kami mengatakan sudah mendapatkan 28 karung. Beliau tersenyum dan
menyuruh kami berhenti membantu mereka. Beliau menyuruh kami untuk pulang
karena sudah waktunya bagi kami mandi. Sebelum pulang beliau memberikan kami
masing-masing satu kantong plastik berisikan 5 buah jagung. Kami tersenyum dan
mengucapkan terima kasih.
Sepanjang
berjalanan pulang kami tertawa dan berkhayal apa yang akan kami lakukan pada
jagung ini. Di tengah-tengah pembicaraan kami, aku berceletuk tentang nama
kedua bapak dan ibu yang memanen jagung di sawah tadi. Tawa kami semakin
kencang karena kami lupa untuk bertanya nama mereka. Kami hanya menganggap pekerjaan
yang diberikan kepada kami hanyalah sebuah permainan yang membuat kami begitu
asyik bermain.
Ketika itu kami bertiga hanya ingin bermain, karena melihat
layang-layang saja akan terasa bosan. Kami bahkan tidak berpikir untuk mendapat
imbalan karena niat kami sejak awal hanya bermain. Tapi yang kami dapatkan
tidak hanya jagung yang bisa kami nikmati, tapi juga nasehat serta doa yang
sampai sekarang saya masih mengingatnya. “Belajar yang rajin, saya doakan
kalian menjadi orang besar.”
No comments:
Post a Comment