Terkadang
tanpa kita sadari kita sudah menerapkan perinsip dasar dalam kehidupan sosial
sebagai individu dalam suatu bangsa. Seperti ungkapan Aristoteles “manusia adalah
mahluk sosial” Manusia memelukan interaksi atau mitra untuk mengembangkan
kehidupan yang layak.
Prinsip sebagai pedoman yang
mendasari pola pikir seseorang untuk bertindak. Prinsip datang dari dalam diri
seseorang tanpa paksaan. Seseorang itu mampu menghayati lalu menerapkan
prinsipnya dalam kehidupan sehari harinya. Sesungguhnya tanpa prinsip,
seseorang kurang memiliki pendirian dalam hidup. Hidup akan terasa hambar tanpa
prinsip.
Akan
tetapi, kali ini saya akan mengoreksi kenyataan dalam dunia globalisasi yang
penuh persaingan. Di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara semua
individu memiliki kelebihan dan kelemahannya masing masing. Tentu semua memilki
perbedan dalam bermasyarakat jika kita melihat kenyataannya selama ini diluar
lingkup agama yang mengatakan memang manusia semua sama dimata Tuhan selain
ketakwaan dan keimanannya. Namun kesenjangan sosial masih banyak bermunculan di
seluruh tempat yang membeda bedakan strata antara miskin dan kaya, jabatan,
penampilan. Beberapa orang senang bermain dan enggan bergaul dengan orang yang
tak sepadan dengannya.
Beberapa tempat praktik atau institusi kesehatan
terkadang lebih mendahulukan yang memiliki penghasilan tinggi atau kalangan
menengah atas dari pada mendahulukan kalangan menengah kebawah. Itu real
dirasakan oleh nenek saya sendiri yang memang hanya seorang petani dengan jalan
tergopoh gopoh menahan sakitnya pergi kesuatu praktik seorang dokter akan
tetapi yang dia dapat hanyalah kekecewaan dan perlakuakan berbeda dibandingkan
dengan yang memiliki banyak financial. Sehingga kenyataannya banyak orang yang
masih tidak menanamkan jiwa kesukarelaan dan kesamaan sebagai prinsipnya. Semua
terlatar belakangi dengan satu istilah “money”
Saya
adalah seorang mahasiswa baru ditahun 2014. Sebagai mahasiswa baru disebuah
universitas swasta tentu banyak sekali teman baru yang berkenalan. Saya akui
saya memang dari keluarga kalangan menengah kebawah, jurusan yang saya ambil
pun yang tidak terlalu menguras kantong bapak saya yang hanya sebagai PNS
biasa. Saya memiliki seorang teman, saat pertama kali masuk sampai saat ini
tinggal di asrama bersama. Saya akui memang banyak sekali perbedaan antara kami
berdua secara material. Keluarganya adalah keluarga dokter, begitupun dia
adalah calon dokter. Biaya yang ditawarkan di universitas kami untuk program
saya dan dia 1:85. Walau dengan kondisi berkecukupan, dia selalu berperilaku
sederhana. Dia tidak pernah membeda bedakan antara teman yang mampu dan kurang
mampu ataupun dari budaya dan ras kami yang berbeda. Hidupnya bahagia ditambah
perilaku dia yang begitu baik dan senang menolong lain bahkan mau ikutan susah
bersama dalam organisasi. “Selagi saya bisa menolong, saya siap menolong
siapapun” ungkapnya. Ya, semua orang menyukainya dengan sifatnya yang ramah dan
penuh ketulusan serta menanggap semua sama dimatanya. Aku yakin, kelak dia akan
menjadi seorang dokter yang disukai oleh banyak orang “aminn” Sebagai teman
saya merasa sangat bangga dengannya.
Apakah
anda merasa atau tidak? Jika kita telah
berhasil berbuat salah satu prinsip dari ketujuh prinsip PMI, kita pasti akan
mendapatkan rasa kepuasan hati tersendiri dan bangga terhadap diri sendiri
serta kebahagiaan karena telah berhasil melakukan sesuatu untuk orang lain.
Jadi, ungkapan yang menyatakan “Hal yang indah adalah saat kita bisa membantu
orang lain dengan ketulusan” itu benar adanya.
No comments:
Post a Comment