Monday, June 15, 2015

(54) Ahmad Zaki Muntafi : Kelebihan dalam Kekurangan

Meminta-minta merupakan hal yang dilakukan oleh orang-orang yang kekurangan dalam hal ekonomi. Bahkan, usia tidak menjadi alasan bagi sebagian mereka. Seperti yang dilakukan oleh seorang nenek tua renta yang ku kenal saat pertama kalinya ku merantau di kota Jakarta. Beliau bernama Aisyah kelahiran Tanah Abang 70 tahun yang lalu, tetapi biasa dipanggil nenek Chece. Beliau tinggal di Pondok Karya RT 02/ RW 03 Bintaro bersama tiga orang cucunya setelah suaminya meningal dunia. Beliau mempunyai empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Namun, semua anaknya telah berkeluarga dan dalam kondisi ekonomi yang kurang.
         Satu bulan yang lalu suaminya telah meninggal dunia. Sebelum meninggal suaminya dalam kondisi sakit dan lumpuh. Beliau merawat seorang diri, mulai dari mengurusi makan, minum, dan urusan kebersihannya. Terkadang beliau harus pulang cepat karena khawatir kondisi suaminya.
 Beliau meminta-minta disekitar masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Biasanya beliau memulianya dari pagi hari hingga dhuhur, serta hanya beberapa hari dalam seminggu. Hal itu dilakukuan karena kondisi fisiknya yang tidak lagi kuat. Para pengunjung masjid dan mahasiswa dermawan yang memiliki kepedulian serta keikhlasan  untuk menyisihkan rezekinya untuk beliau.
           Dalam sehari beliau mendapat 30 ribu sampai 40 ribu. Namun, harus terpotong untuk transport angkutan sekitar 10 ribu. Hasil pendapatannya hanya dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari bersama cucu-cucunya sekarang. Terkadang pendapatan itu kurang untuk memenuhi kebutuhannya, dalam kondisi yang kurang anak-anaknya juga terkadang memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhannya. Cucu-cucunya tekadang juga membantunya. “Kalau ada uang cucu nenek biasanya membantu nenek, itupun harus bekerja dulu dan kerjanya juga jarang.” Ujar nenek Chece saat berdiskusi bersamaku. Setiap minggu beliau juga mendapatkan santunan dari ibu-ibu pengajian, berupa  sembako : minyak, gula, teh, indomie, dan uang senilai 50 ribu. 
            Walaupun usianya sudah tua, tetapi beliau masih semangat untuk belajar. Setiap malam, setelah maghrib beliau belajar mengaji dan menulis bersama ibu-ibu di lingkungannya. Sesuatu yang luar biasa dari beliau adalah kesadaran untuk shadaqah, walaupun dalam kondisi kekurangan. “Nenek sebisa mungkin menyisihkan uang nenek untuk anak-anak yatim. Walaupun hanya 3 ribu rupiah atau lebih jika ada rezeki lebih.” Ujar nenek Chece saat berdiskusi bersamaku. Beliau selalu istiqamah dalam shadaqah, setiap minggu beliau selalu menyisihkan rezekinya. Rezeki yang kecil bukan menjadi alasan beliau untuk tidak shadaqah, karena disetiap rezeki yang didapat ada rezeki orang lain didalamnya.

            Banyak orang yang melihat sesuatu yang kecil dianggap tidak penting. Padahal untuk mencapai sesuatu yang besar harus dimulai dari yang kecil, termasuk melakukan hal-hal yang kecil.  Shadaqah dalam jumlah kecil terabaikan banyak orang, apalagi dalam jumlah yang besar?. Oleh karena itu, ada sebuah nilai moral dari nenek Chece yang harus dicontoh oleh kalangan bawah dan khususnya kalangan atas tentang bagaiamana beramal, walaupun dalam jumlah kecil. Seperti itulah pengalamanku, yang ku dapatkan saat pertama kali ke kota Jakarta untuk merantau dari desa.

No comments:

Post a Comment