Monday, June 15, 2015

(48) Dimiar Ariesinta : Life Giving Spirit

Life Giving Spirit, kalimat ini sangat indah, tetapi tidak indah didengar dan dilihat karena tata bahasa Inggrisnya tidak benar. Ini adalah sebuah frase, dimana kehidupanmu itu justru memberikan kehidupan untuk orang lain. Dengan adanya saya ataupun anda semua, lahir untuk memberi harapan hidup.

Mengambil salah satu dari tujuh prinsip ini, perkenalkan saya seorang mahasiswa tingkat akhir, Mia, teman akrab memanggil saya dengan nama itu. Saya mempunyai satu cerita saat saya bersama teman-teman mengalami yang namanya berbagi hidup dalam hal Kemanusiaan. Beberapa bulan yang lalu,   di Yogyakarta, saya dan teman-teman merayakan hari  jadi kota Jogja yang jatuh pada tanggal 7 Oktober dengan acara membagi-bagikan bungkusan makanan untuk dibagikan di berbagai daerah Yogyakarta, seperti Ringroad Utara, Janti, Gejayan, Timoho, Terban, dan lainnya. 


Saat akan pulang dan membagikan nasi yang terakhir, tiba-tiba salah seorang teman berteriak memanggil kami. Singkatnya, kami lihat muka seorang bapak yang penuh luka darah. Itu disertai bau badannya yang tidak enak, tidak memakai alas kaki, dan tidak membawa barang bawaaan apa-apa. Ketika ditanya ternyata singkat cerita bapak ini amnesia, yang kami tau nama beliau adalah Bapak Wakidi. Jam menunjukkan pukul 11 malam dan kami membawa bapak Wakidi ke Rumah Sakit Negeri terdekat (waktu itu terjadi di dekat daerah Terban, Yogyakarta). 

Singkat cerita, para dokter di rumah sakit tersebut memberikan penanganan pertolongan pertama bersama beberapa perawat. Dan sempat bertanya kepada kami tentang asal-usul beliau. Kami hanya bisa menceritakan kejadiannya yang sebenarnya, dan dari cerita kami membawa seorang tunawisma dan seorang yang amnesia ini ke rumah sakit, tak helak ini telah menjadi buah bibir di rumah sakit tersebut. Akhirnya pihak rumah sakit mulai menerima dan mengijinkan Bapak Wakidi untuk ditangani terlebih dahulu sambil menjaga Bapak Wakidi bergiliran. Satu hal yang menjadi beban kami, “duitmu enek piro?” uangmu berapa? Mengingat bapak Wakidi dianjurkan dokter untuk melakukan CT Scan, test darah, penjahitan pada kepala, dan perawatan penginap, kami tau ini membutuhkan biaya yang begitu besar untuk ukuran anak kos sangat mahal. 

Sempat hati kecil kami untuk berniat membatalkan, tetapi kami tau belas kasihan yang menggerakkan dan menggetarkan hati para dokter yang kebetulan sift malam waktu itu. Dan bahagianya, kami melihat Bapak Wakidi sadar, sehat walaupun sedikit lupa ingatan, plus biaya rumah sakit semuanya ditanggung para dokter yang ada. Tak perlu kami harus membayar sepeserpun, mungkin hanya uang parkir. Dan setelah berjabat tangan dengan dokter berterima kasih, justru dokter-dokter di rumah sakit tersebut mengucapkan berterima kasih sekaligus terkagum. “Kok ada anak-anak kuliah yang mau repot-repot kayak gini demi satu orang yang ndak kalian tahu?”. Itulah kami, memang kami berbeda, tetapi setidaknya banyak dokter dan perawat di rumah sakit itu, serta kamipun belajar tentang arti memberi hidup, sekalipun kita tidak mengenal orang yang dimaksud.


Dan dari kehidupan yang agak sedikit aneh ini, saya mempunyai kebiasaan aneh yaitu kadang setiap hari satu sekali saya membeli satu buah bungkus nasi, dan saya membagikan nasi bungkus itu kepada satu orang yang saya temui di jalan. Selalu, saya tak lupa. Dan budaya Life Giving Spirit itu mulai menjadi budaya dan gaya hidup saya tiap hari.  Selamat ulang tahun PMI!

No comments:

Post a Comment