Perkenalkan
namaku Putri. Aku berasal dari Palembang, Sumatera Selatan namun kini aku
sedang menata masa depan di daerah yang sangat istimewa bagiku, Yogyakarta.
Kenapa Yogya istimewa? Bukan saja karena namanya, tapi memang karena Yogya
memberikan banyak pelajaran bagiku. Aku datang ke Yogya hanya bermodalkan tekad
dan kemauan kuat untuk belajar di salah satu universitas negeri ternama, tanpa
seorangpun yang aku kenal di sana. Saat pertama kali menginjakkan kaki di
Yogya, aku merasa sangat ‘kerdil’. Ketika aku melihat sekumpulan orang yang
sedang bercanda, aku merasa iri karena aku hanya seorang diri dan hanya diam.
Hari selanjutnya, aku datang ke
tempat yang akan aku tinggali beberapa tahun ke depan dan hari itu aku resmi
menyandang status sebagai ‘anak asrama’. Mungkin sebagian orang akan bertanya ‘Ih, ngapain masuk asrama? Kan sudah kuliah?
Kok mau sih diatur-atur?’ Ya, itu pertanyaan lumrah. Aku memang ingin
merasakan kehidupan di asrama. Setelah beberapa waktu menjalani hidup di
asrama, aku mulai yakin bahwa keputusanku untuk tinggal di asrama memang tidak
salah. Banyak hal baru yang kutemukan di sini. Aku tidak hanya mendapatkan
teman baru, tapi juga ‘keluarga’.
Penghuni asramaku berasal dari
berbagai daerah, suku, jurusan, dan universitas. Sering kudengar teman-temanku
berbicara dalam bahasanya masing-masing. Unik! Di sini aku baru menyadari
kekayaan bahasa yang ada di Indonesia karena baru di asrama ini aku mendengarnya
secara langsung. ‘Berbeda orang, pasti
berbeda sifat’. Ya! Asramaku terdiri dari 90-an penghuni dan itu berarti
ada 90 sifat yang berbeda. Menghadapi sifat orang yang berbeda-beda merupakan
tantangan bagiku dan aku menikmatinya. Dari kehidupan berasrama aku tahu bahwa
dalam pergaulan kita tidak boleh membeda-bedakan teman. Dari manapun asalnya,
apapun bahasanya, bagaimanapun sifatnya, kita harus bisa berteman dengannya.
Rasa kekeluargaan yang terjalin dalam kehidupan berasrama sangat kental
kurasakan. Ketika ada seorang teman yang sakit dan di rawat di rumah sakit,
kami pasti bergantian untuk menjaganya di rumah sakit karena kami tahu
keluarganya jauh.
Pernah suatu ketika, teman sebelah
kamarku mendadak tak sadarkan diri. Kami panik karna sebelumnya kami tak pernah
tahu apa penyakitnya. Kami segera memanggil suster kepala dan bergegas
membawanya ke rumah sakit. Orang tuanya berada di Kalimantan, sehingga tak bisa
langsung datang ke Yogya pada saat itu juga. Oleh karena itu, untuk beberapa
malam kami bergantian menginap di rumah sakit untuk menjaganya, hingga kedua
orangtuanya datang. Setelah mendengar sedikit penjelasan dari orang tuanya,
kami baru tahu ternyata temanku mempunyai sedikit masalah pada sarafnya,
sehingga dia sering mendadak pingsan. Orang tuanya sengaja menempatkannya di
asrama, sehingga ada yang mengawasinya bila terjadi hal buruk.
Ya, dari kehidupan berasrama aku
belajar tentang bagaimana menjadi ‘keluarga’ bagi orang lain yang notabene
tidak mempunyai hubungan darah denganku.
No comments:
Post a Comment