Monday, June 15, 2015

(50) Cherlita Christanti : Donor Darah Turun Temurun

Waktu itu hari Sabtu sore yang cerah. Saya sedang duduk santai menunggu mama saya pulang dari kantornya. Sesaat kemudian, mama saya pulang. Saya menyambut mama dengan riang, namun ketika melihat ada plester Iuka di tangannya, saya terkejut dan bertanya: "Mama kenapa?" Mama menjawab: "Mama baru saja selesai donor darah." "Lho, siapa yang sakit?" Tanya saya lagi. Saya yang ketika itu masih berumur 14 tahun masih belum tahu apa-apa. Mama dengan sabar menjelaskan kepada saya bahwa di luar sana, pasti banyak sekali orang sakit yang membutuhkan banyak darah agar sehat kembali. Tentunya, darah dari kita akan sangat bermanfaat demi kesembuhan orang-orang yang sakit itu. Setelah mendehgar cerita mama, hati saya tersulut rasa kesukarelaan, sayapun berkata dengan lantang: "Ma, saya mau donor darah!" Mama hanya terkikik kecil dan berkata bahwa saya harus menunggu sampai umur saya 17 tahun.
Tiga tahun telah berlalu, dan semangat saya untuk ingin mendonorkan darah belum padam. Sayang, ketika hendak mendonorkan darah untuk pertama kalinya, hemoglobin saya tidak cukup dikarenakan kurang tidur dan makan yang tidak teratur. Sampai tahun berikutnya, saya tidak dapat mendonorkan darah karena tahun itu saya sempat pergi ke luar negeri dua kali, dan disarankan untuk tidak donor dulu. Saya sempat sedih karena saya selalu gagal untuk mendonorkan darah. Saya juga mau seperti mama, menolong orang lain. Mama yang tahu bahwa saya down menyemangati saya.

Akhirnya, pada pertengahan bulan Mei kemarin, saya berhasil mendonorkan darah saya untuk yang pertama kalinya di gereja. Gereja bekerjasama dengan PMI dalam acara donor darah ini. Dari sini saya belajar bahwa gereja dan PMI Sama-sama mendukung kemanusiaan. Hal itu semakin mengagumkan bagi saya karena cara mereka mewujudkan kemanusiaan itu adalah dengan menolong orang lain yang membutuhkan. Karena hal tersebut, saya menjadi lebih bersemangat lagi untuk menolong orang lain, dan hendak melakukan donor darah lagi berikutnya.
Ketika saya pulang, saya menceritakan pengalaman berkesan ini kepada paman-paman saya. Paman-paman saya mengacungi jempol atas usaha saya karena tidak semua orang berani dan mau untuk donor darah. Kebetulan, dua paman saya merupakan pendonor rutin yang sudah mendonorkan darahnya masing-masing 84 kali dan 97 kali. Ya, keluarga saya memang banyak yang ikut kegiatan donor darah. Namun sayang, mulai tahun kemarin mama tidak bisa donor lagi karena hipertensi. Saya sebagai penerus mama, akan terus meneruskan jejak mama.

Bagi saya, sangatlah penting untuk memiliki prinsip. Prinsip merupakan dasar bagi kita untuk melakukan sesuatu. Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kerelaan, Kesatuan dan Kesemestaan merupakan prinsip yang harus kita junjung tanpa pandang bulu. Prinsip - prinsip tersebut merupakan bentuk perwujudan hak asasi manusia untuk hidup, karena siapapun mereka berhak mendapat pertolongan dari kita agar dapat terus hidup.  Tentunya, prinsip-prinsip tersebut telah mengubah hidup banyak orang di sekitar saya. Salah satu penerapan prinsip tersebut adalah kemanusiaan dan kerelaan melalui donor darah. Bila ditanya tentang donor darah, keluarga saya mayoritas pendonor rutin. Saya juga menyebarkan prinsip tersebut dengan cara mengajak teman-teman saya untuk donor darah, dan merekapun mulai tertarik. Semoga dengan cerita saya ini, akan semakin banyak orang yang rela mendonorkan darahnya terutama generasi muda seperti saya.

No comments:

Post a Comment