Waktu
itu hari Sabtu sore yang cerah. Saya sedang duduk santai menunggu mama saya
pulang dari kantornya. Sesaat kemudian, mama saya pulang. Saya menyambut mama
dengan riang, namun ketika melihat ada plester Iuka di tangannya, saya terkejut
dan bertanya: "Mama kenapa?" Mama menjawab: "Mama baru saja
selesai donor darah." "Lho, siapa yang sakit?" Tanya saya lagi. Saya
yang ketika itu masih berumur 14 tahun masih belum tahu apa-apa. Mama dengan
sabar menjelaskan kepada saya bahwa di luar sana, pasti banyak sekali orang
sakit yang membutuhkan banyak darah agar sehat kembali. Tentunya, darah dari
kita akan sangat bermanfaat demi kesembuhan orang-orang yang sakit itu. Setelah
mendehgar cerita mama, hati saya tersulut rasa kesukarelaan, sayapun berkata
dengan lantang: "Ma, saya mau donor darah!" Mama hanya terkikik kecil
dan berkata bahwa saya harus menunggu sampai umur saya 17 tahun.
Tiga
tahun telah berlalu, dan semangat saya untuk ingin mendonorkan darah belum
padam. Sayang, ketika hendak mendonorkan darah untuk pertama kalinya,
hemoglobin saya tidak cukup dikarenakan kurang tidur dan makan yang tidak
teratur. Sampai tahun berikutnya, saya tidak dapat mendonorkan darah karena
tahun itu saya sempat pergi ke luar negeri dua kali, dan disarankan untuk tidak
donor dulu. Saya sempat sedih karena saya selalu gagal untuk mendonorkan darah.
Saya juga mau seperti mama, menolong orang lain. Mama yang tahu bahwa saya down menyemangati saya.
Akhirnya,
pada pertengahan bulan Mei kemarin, saya berhasil mendonorkan darah saya untuk
yang pertama kalinya di gereja. Gereja bekerjasama dengan PMI dalam acara donor
darah ini. Dari sini saya belajar bahwa gereja dan PMI Sama-sama mendukung
kemanusiaan. Hal itu semakin mengagumkan bagi saya karena cara mereka mewujudkan
kemanusiaan itu adalah dengan menolong orang lain yang membutuhkan. Karena hal
tersebut, saya menjadi lebih bersemangat lagi untuk menolong orang lain, dan
hendak melakukan donor darah lagi berikutnya.
Ketika
saya pulang, saya menceritakan pengalaman berkesan ini kepada paman-paman saya.
Paman-paman saya mengacungi jempol atas usaha saya karena tidak semua orang
berani dan mau untuk donor darah. Kebetulan, dua paman saya merupakan pendonor
rutin yang sudah mendonorkan darahnya masing-masing 84 kali dan 97 kali. Ya,
keluarga saya memang banyak yang ikut kegiatan donor darah. Namun sayang, mulai
tahun kemarin mama tidak bisa donor lagi karena hipertensi. Saya sebagai
penerus mama, akan terus meneruskan jejak mama.
Bagi
saya, sangatlah penting untuk memiliki prinsip. Prinsip merupakan dasar bagi
kita untuk melakukan sesuatu. Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian,
Kerelaan, Kesatuan dan Kesemestaan merupakan prinsip yang harus kita junjung tanpa
pandang bulu. Prinsip - prinsip tersebut merupakan bentuk perwujudan hak asasi
manusia untuk hidup, karena siapapun mereka berhak mendapat pertolongan dari kita
agar dapat terus hidup. Tentunya,
prinsip-prinsip tersebut telah mengubah hidup banyak orang di sekitar saya.
Salah satu penerapan prinsip tersebut adalah kemanusiaan dan kerelaan melalui
donor darah. Bila ditanya tentang donor darah, keluarga saya mayoritas pendonor
rutin. Saya juga menyebarkan prinsip tersebut dengan cara mengajak teman-teman
saya untuk donor darah, dan merekapun mulai tertarik. Semoga dengan cerita saya
ini, akan semakin banyak orang yang rela mendonorkan darahnya terutama generasi
muda seperti saya.
No comments:
Post a Comment