Monday, June 15, 2015

(59) Yandi Ferdiansyah : Mempertahankan Identitas Kebudayaan

Bagi saya hidup adalah keramah tamahan. Sifat peduli antar sesama, tidak membedakan suku, status sosial atau agama seseorang. Saya beruntung dilahirkan ditengah-tengah keluarga serta lingkungan yang sangat menghormati perbedaan. Kebersamaan, kedamaian, serta kearifan lokal membuat saya bangga atas apa yang telah diberikan Tuhan. Karena tanpa campur tangan-NYA, kehidupan saya takkan pernah setentram ini. Dasar kedisiplinan yang diajarkan orangtua kepada saya, membuat saya menjadi manusia yang tangguh, tidak gampang goyah dengan berkembangnya budaya barat yang dapat menggerus nilai-nilai adab serta moralitas. Saya masih terus melangkah melawan modernitas, disaat orang-orang mulai haus akan kekuasaan dan lupa darimana kita berasal.
Saya lahir di Kepulauan Seribu Jakarta Utara, jauh dari daratan serta selalu berdamai dengan ombak dan riuhnya angin. Tinggal disini saya merasa nyaman dari kejamnya ibu kota. Rasa tanggungjawab menjadi dasar dalam menjalankan hidup. Disini semua selalu bersifat gotong royong, tidak apatis terhadap sesama. Tenggang rasa masih tercermin disaat pertumbuhan perekonomian mulai secara perlahan menggerogoti masyarakat lokal. 

Disini kita semua belajar bahwa, hidup ini tidak selalu berbicara tentang keangkuhan berpikir. Elite politik tidak selamanya terus menjadi diktator meraup untung, feodalisme bukan hanya mereka yang mempunyai kekuasaan. Banyak yang bilang kami kaum yang terbelakang, negeri yang tertinggal dari daratan. Kami sadar akan hal itu, kami hanyalah kaum nelayan yang bertahan hidup bergantung pada arah angin. Tapi mereka lupa, darimana ikan yang kalian makan? Darimana hasil laut yang mereka hindangkan menjadi manusia yang berilmu. Kami tidak perlu rasa kasihan, kami masih sanggung untuk mandiri dengan kebersamaan, sifat peduli, adab kesopanan, serta masih mempertahankan identitas kultur saling berbagi disaat masyarakat sedang mengalamai kesusahan.
Salah satu sifat kebersamaan masyarakat kepulauan seribu yang saya jalani adalah pesta laut. Dimana kami sedekah bumi bersyukur atas hasil laut yang melimpah buat kesejahteraan rakyat. Makna yang didapat dari sini adalah menjauhkan sifat sombong, mempererat pesaudarahan serta mendekatkan diri kepada Tuhan, bahwa masih ada Zat yang lebih besar untuk kita bersyukur. Bahkan setiap bulan saya bersama-sama dengan masyarakat lainnnya gotong royong membangun tanggul dan jempatan untuk menghubungkan pulau satu dengan yang lainnya. Agar mudah diakses untuk anak bersekolah.
Disaat jaman telah berubah, teknologi mulai berkembang. Pariwisata kepulauan seribu mulai menarik wisatawan. Devisa mulai dikit-sedikit mengalir dikantong kami. Walaupun banyak pertentangan dengan masuknya budaya asing dari luar negeri yang mulai menarapkan sistem kebebasan, kami masih tetap mempertahankan kebudayaan lokal. Masih sama dengan selalu taat kepada keparcayaan kami. Prinsip dasar kami adalah bagaimana menghargai perbedaan tapi tetap selalu ingat dari mana kita berasal yaitu, dari bangsa yang punya sifat peduli, kedisiplina, dan rasa tanggungjawab.

No comments:

Post a Comment