Tuesday, June 16, 2015

(80) Devita Ariestiana Prabowo : Pelajaran Berharga dari Kakek Penjual Gorengan

Kisah ini saya torehkan dengan sesekali mengusap air mata yang tak sengaja jatuh. Ya, ini kisah nyata tentang Penerapan Prinsip Kemanusiaan, dengan menolong orang lain yang lebih membutuhkan bantuan, saya persempit menjadi “indahnya berbagi dengan sesama”.

Saya tinggal di Bogor, tidak jauh dari rumah saya, ada seorang kakek. Satu hal yang paling menyentuh hati saya adalah, beliau masih berjualan gorengan di usianya yang senja. Usia yang menurut saya sudah sepantasnya beristirahat dirumah, bermain dan bercengkrama bersama cucu dan keluarganya. Tapi inilah hidup, getirnya menggetarkan hatiku.
Kakek, meski gorengan yang kau jual tidak serenyah, seenak, dan semenarik penjual gorengan lainnya, tapi aku akan setia membeli gorenganmu. Tidak, tidak semata-mata aku ingin mengonsumsi gorengan, aku hanya ingin membantumu, meringankan usahamu berjualan, agar kau lekas pulang dan beristirahat.

Sedikit cerita di waktu yang lain, sepulang kerja, bertepatan dengan adzan magrib, dari balik kaca angkutan yang saya naiki, saya melihat kakek itu mendorong gerobaknya dengan lesu (karena memang tenaga dan fisiknya tak muda lagi), dengan jarak ± 1 Km*), menetes air mata saya, sesak batin ini, ingin turun dari angkutan dan memeluk kakek itu.

*)sebelumnya saya sempat bertanya kabar dan rumah kakek itu pada tukang ojek sekitar, karena hampir 1 minggu saya tak melihatnya berjualan.

Saya hanya berfikir, dan membatin “Ya Tuhan, disaat semua orang pulang dengan rasa lelah dan berharap segera menemukan kasur untuk istirahat, kakek itu mulai mencari rejeki, dikala hari gelap, berharap ada orang yang pulang kantor dan sedia membeli gorengannya”.

Kakek ini berjualan di depan pintu masuk sebuah perumahan, bersandingan dengan tukang ojek, di pinggir jalan. Dengan gerobak kecil, sederhana, hanya diterangi sebuah lilin kecil, yang barangkali saat ada angin sedikit kencang lilin ini akan mati, dan sebuah tempat duduk kecil dari kayu.

Satu cerita yang lain, lagi, sepulang kerja, kala itu Bogor sedang hujan dan berangin. Tentu saja hawa dingin menusuk hingga saya sesekali mengusap badanku yang kedinginan. Sengaja saya melihat kearah tempat kakek berjualan saat angkutan saya melintas perumahan itu. Hanya do’a yang bisa saya panjatkan dikala melihat gorengannya masih banyak, sudah layu karena mungkin sudah digoreng sejak sore, dan kau membekap badanmu dari kencangnya angin. “Ya Tuhan, jagalah beliau dari dinginnya angin dan hujan malam ini”. Dan air mataku menetes dibalik saputangan.

Kakek, kau sungguh menginspirasi saya, kau dengan usiamu yang senja masih berusaha mencari rejeki yang halal, betapa mulianya dirimu, tak ingin mengemis atau meminta-minta untuk segera mendapatkan uang. Kakek, kau sungguh mengajarkan saya arti hidup, saya dengan usia yang masih muda harus mau bekerja keras, tidak mudah putus asa, dan selalu berbagi. Kau mengubahku menjadi pribadi yang lebih baik, menggugah hatiku untuk selalu berbagi dengan yang lebih membutuhkan. 

Kakek, binar matamu saat tahu gorenganmu ku borong semua, hingga kau tak bisa berkata-kata, hanya “terima kasih” yang kau ucapkan dengan suara parau dan lirih, senyum kecilmu, selalu membuat aku bersyukur “Ya Tuhan, terima kasih mempertemukan saya dengan kakek, semoga rejeki saya dilancarkan, agar saya dapat berbagi dengan kakek”. Kakek, semoga kau panjang umur, diberikan kesehatan, dan dimudahkan rejekimu. 

No comments:

Post a Comment