Monday, June 15, 2015

(58) Johan Kuntoro : Indahnya Hidup dalam Perbedaan

Dua puluh dua tahun sudah usiaku hari ini. Banyak sesuatu dan kejadian-kejadian yang menyenangkan maupun yang tak menyenangkan yang sudah kualami. Namaku adalah Johan, aku dilahirkan di salah satu desa yang berada di selatan Pulau Sumatra. Aku bisa terlahir di desa ini karena ayahku merupakan seorang buruh tambang di perusahaan milik negara yang beroperasi di selatan Pulau Sumatra. 

Ayahku telah bekerja di perusahaan tersebut dua puluh tahun sebelum aku lahir. Sedangkan ibuku hanyalah berstatus sebagai ibu rumah tangga saat aku lahir. Namun, tak lama setelah aku lahir ayahku memutuskan untuk pensiun dini karena saat itu perusahaan tambang tempat ayahku bekerja mengalami penurunan pemasukan. Setelah ayahku pensiun dini, kami sekeluarga merantau ke kota Jakarta. Di kota ini ayahku dan ibuku membuka warung kelontong di sudut kota Jakarta bagian timur untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. 

Enam tahun setelah kami tinggal di kota Jakarta, ayahku dijemput oleh sang pencipta. Ayahku meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner. Aku tumbuh dan besar di kota Jakarta hingga aku berumur dua puluh satu tahun. Saat ini aku berada di kota Yogyakarta. Aku berada di kota ini untuk melanjutkan pendidikanku di bangku kuliah. Itulah sedikit gambaran tentang asal usulku.


Selanjutnya aku akan menceritakan pengalaman hidupku dalam bergaul dan bersosialisasi dengan lingkunganku. Aku hanya tinggal hingga umurku genap satu tahun di desa tempat kelahiranku sehingga tak satu pun momen bersosialisai yang dapat kuingat saat itu. Aku banyak menghabiskan umurku di kota Jakarta. Ketika aku berusia empat tahun, aku mempunyai teman keturunan tionghoa. Temanku tersebut berkulit putih dan memiliki mata yang sipit sehingga ia sering mendapat pelecehan dari teman-temanku yang lain. Aku juga ikut mendapat ledekan saat bermain dengannya. Namun, hal ini tak membuatku jera unuk bermain dengannya. Kami setiap hari selalu bermain bersama di halaman depan rumahku atau di halaman depan rumahnya. 

Aku sangat senang berteman dengannya karena ia sering mengajari bermain harmonika. Kami selalu bermain bersama hingga kami berada di kelas dua sekolah dasar. Setelah itu aku pindah tempat tinggal ke sudut kota Jakarta Timur. Hal inilah yang membuat aku tak bisa bermain bersama lagi dengannya. Di tempat tinggalku yang baru, aku mendapatkan teman baru. Ia berasal dari suku Jawa dan beragama muslim, sedangkan aku berasal dari suku batak dan beragama Kristen. Namun, hal ini tak membuat kami menjadi sulit untuk bersosialisasi. 

Ketika bermain bersama, kami tidak pernah bertengkar dan bertikai. Kami selalu bisa menjaga keharmonisan diantara kami. Saat hari raya Idul Fitri, aku biasanya membantu temanku tersebut membuat ketupat dan kue-kue lebaran. Sebaliknya terjadi ketika hari raya Natal, temanku tersebut membantuku membuat dan menghias pohon natal serta membantu keluargaku membuat kue-kue natal. Momen ini terjadi setiap tahun hingga aku berusia tujuh belas tahun sehingga momen ini menjadi sesuatu yang tak akan terlupakan dihidupku. Saat itu kami merasakan begitu indahnya hidup berdampingan walaupun kami memiliki banyak perbedaan. 

Hal ini dapat tercipta karena kami tak pernah mengganggap perbedaan yang ada pada diri kami sebagai suatu masalah, tetapi justru perbedaaan-perbedaan itu kami jadikan sebagai alat untuk saling melengkapi dan kekuatan untuk menghadapi masalah-masalah yang kami hadapi.

No comments:

Post a Comment