Dua puluh dua tahun sudah usiaku
hari ini. Banyak sesuatu dan kejadian-kejadian yang menyenangkan maupun yang
tak menyenangkan yang sudah kualami. Namaku adalah Johan, aku dilahirkan di
salah satu desa yang berada di selatan Pulau Sumatra. Aku bisa terlahir di desa
ini karena ayahku merupakan seorang buruh tambang di perusahaan milik negara
yang beroperasi di selatan Pulau Sumatra.
Ayahku telah bekerja di perusahaan
tersebut dua puluh tahun sebelum aku lahir. Sedangkan ibuku hanyalah berstatus
sebagai ibu rumah tangga saat aku lahir. Namun, tak lama setelah aku lahir
ayahku memutuskan untuk pensiun dini karena saat itu perusahaan tambang tempat
ayahku bekerja mengalami penurunan pemasukan. Setelah ayahku pensiun dini, kami
sekeluarga merantau ke kota Jakarta. Di kota ini ayahku dan ibuku membuka
warung kelontong di sudut kota Jakarta bagian timur untuk memenuhi kebutuhan
hidup kami.
Enam tahun setelah kami tinggal di kota Jakarta, ayahku dijemput
oleh sang pencipta. Ayahku meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner. Aku
tumbuh dan besar di kota Jakarta hingga aku berumur dua puluh satu tahun. Saat
ini aku berada di kota Yogyakarta. Aku berada di kota ini untuk melanjutkan
pendidikanku di bangku kuliah. Itulah sedikit gambaran tentang asal usulku.
Selanjutnya aku akan menceritakan
pengalaman hidupku dalam bergaul dan bersosialisasi dengan lingkunganku. Aku
hanya tinggal hingga umurku genap satu tahun di desa tempat kelahiranku
sehingga tak satu pun momen bersosialisai yang dapat kuingat saat itu. Aku
banyak menghabiskan umurku di kota Jakarta. Ketika aku berusia empat tahun, aku
mempunyai teman keturunan tionghoa. Temanku tersebut berkulit putih dan memiliki
mata yang sipit sehingga ia sering mendapat pelecehan dari teman-temanku yang
lain. Aku juga ikut mendapat ledekan saat bermain dengannya. Namun, hal ini tak
membuatku jera unuk bermain dengannya. Kami setiap hari selalu bermain bersama
di halaman depan rumahku atau di halaman depan rumahnya.
Aku sangat senang
berteman dengannya karena ia sering mengajari bermain harmonika. Kami selalu
bermain bersama hingga kami berada di kelas dua sekolah dasar. Setelah itu aku
pindah tempat tinggal ke sudut kota Jakarta Timur. Hal inilah yang membuat aku
tak bisa bermain bersama lagi dengannya. Di tempat tinggalku yang baru, aku
mendapatkan teman baru. Ia berasal dari suku Jawa dan beragama muslim,
sedangkan aku berasal dari suku batak dan beragama Kristen. Namun, hal ini tak
membuat kami menjadi sulit untuk bersosialisasi.
Ketika bermain bersama, kami
tidak pernah bertengkar dan bertikai. Kami selalu bisa menjaga keharmonisan
diantara kami. Saat hari raya Idul Fitri, aku biasanya membantu temanku
tersebut membuat ketupat dan kue-kue lebaran. Sebaliknya terjadi ketika hari
raya Natal, temanku tersebut membantuku membuat dan menghias pohon natal serta
membantu keluargaku membuat kue-kue natal. Momen ini terjadi setiap tahun
hingga aku berusia tujuh belas tahun sehingga momen ini menjadi sesuatu yang
tak akan terlupakan dihidupku. Saat itu kami merasakan begitu indahnya hidup
berdampingan walaupun kami memiliki banyak perbedaan.
Hal ini dapat tercipta
karena kami tak pernah mengganggap perbedaan yang ada pada diri kami sebagai
suatu masalah, tetapi justru perbedaaan-perbedaan itu kami jadikan sebagai alat
untuk saling melengkapi dan kekuatan untuk menghadapi masalah-masalah yang kami
hadapi.
No comments:
Post a Comment