Waktu kadang lambat bagi yang
menunggu, tapi terlalu cepat bagi yang terburu-buru. Terlalu panjang bagi yang
gundah, tapi terlalu pendek bagi yang bahagia. Namun, bagi yang selalu
bersyukur waktu akan selalu menyenangkan. Bersyukur, membuka kekayaan hidup.
Bersyukur, mengubah apa yang kita miliki menjadi cukup, bahkan lebih.
Manusia adalah makhluk individu
dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kita memiliki kedudukan yang sama
dihadapan Tuhan, tak memandang dari suku, agama, ras, antar golongan manapun.
Sebagai makhluk individu kita secara mandiri berusaha memenuhi kebutuhan fisik
namun secara kodrati manusia tak lepas dari sikap saling tolong-menolong. Sikap
menolong yang baik ialah tanpa mengharapkan imbalan demi tercipta kesatuan dan
kerukunan serta bersahabat dengan alam sehingga terbentuk keharmonisan dan perdamaian
dalam semesta. Akan tetapi, kita tidak bisa mendapat pemenuhan kebutuhan psikis
sendiri, kita membutuhkan orang lain dalam pemenuhannya.
Tak sulit rasanya bagi kita untuk
mendapat pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis bila kita menjalin relasi yang
baik dengan orang lain. Hidup memberikan pengalaman baru setiap harinya. Pribadi
kita ditempa ketika dihadapkan pada setiap permasalahan yang ada. Kita dituntut
untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dan dapat belajar dari momen
kehidupan. Setiap orang yang kita jumpai adalah guru, setiap tempat yang kita
kunjungi adalah sekolah. Kita dapat belajar dari apa yang kita jumpai dimanapun
kita berada.
Sebagai mahasiswi kedokteran,
saat menjadi relawan dalam bakti sosial saya belajar menggunakan waktu saya untuk
pelayanan, dengan membantu dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan berat
badan, tinggi badan, tekanan darah, gula darah acak, dari situ saya belajar bekerja
sama dengan orang lain. Saya juga belajar komunikasi secara langsung dan mempraktikkan
empati yang tidak bisa didapatkan ketika pelajaran kuliah di kelas. Sungguh
memberikan suatu pengalaman berharga dalam hidup saya bahwa saya boleh belajar
dari mereka. Saya belajar memberikan waktu saya yang bermanfaat bagi orang
lain, saya belajar sabar menghadapi pertanyaan yang mereka kemukakan, saya
belajar skills sebagai bekal menjadi
dokter profesional, saya juga belajar bagaimana menjadi pendengar yang baik
ketika mereka menyampaikan keluhan apa yang mereka rasakan dan saya belajar
berbuat adil dan bijak dalam membuat prioritas. Saya pun belajar mendapat
kepercayaan dari mereka.
Satu pengalaman yang tak bisa saya
lupakan adalah ketika bakti sosial bulan Maret lalu, tiba-tiba seorang bapak
paruh baya yang ternyata pasca stroke datang dengan kondisi setengah sadar dan
kami pun mendahulukan untuk memeriksanya. Beberapa pasien yang sudah antre
sempat complain kepada kami, tetapi
kami berusaha sabar menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu kami harus memprioritaskan
pasien yang dalam kondisi gawat darurat. Syukurlah setelah diberi penjelasan,
mereka paham dan bisa memakluminya.
Makna sukarela dalam menolong tidak
hanya dari segi materi semata, melainkan bisa berupa ketika saya menyediakan waktu,
atau tenaga tanpa mengharapkan balasan yang dapat mempengaruhi hidup saya sebagai
calon dokter, menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam menolong sesama. Saya
bersyukur bisa menjadi berkat bagi orang lain, bisa membantu meringankan beban
sakitnya, pada akhirnya Tuhan yang menyembuhkan dan dokter berusaha semaksimal
dalam memberikan pelayanan. Mengutip quote Oliver Wendell Holmes, pada akhirnya tugas dokter ialah,
”To cure sometimes, to relief often, and
to comfort always.”
No comments:
Post a Comment