Tuesday, June 16, 2015

(91) Robertha Lutfi Andreani : Save Your Time to Beneficence

Waktu kadang lambat bagi yang menunggu, tapi terlalu cepat bagi yang terburu-buru. Terlalu panjang bagi yang gundah, tapi terlalu pendek bagi yang bahagia. Namun, bagi yang selalu bersyukur waktu akan selalu menyenangkan. Bersyukur, membuka kekayaan hidup. Bersyukur, mengubah apa yang kita miliki menjadi cukup, bahkan lebih.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kita memiliki kedudukan yang sama dihadapan Tuhan, tak memandang dari suku, agama, ras, antar golongan manapun. Sebagai makhluk individu kita secara mandiri berusaha memenuhi kebutuhan fisik namun secara kodrati manusia tak lepas dari sikap saling tolong-menolong. Sikap menolong yang baik ialah tanpa mengharapkan imbalan demi tercipta kesatuan dan kerukunan serta bersahabat dengan alam sehingga terbentuk keharmonisan dan perdamaian dalam semesta. Akan tetapi, kita tidak bisa mendapat pemenuhan kebutuhan psikis sendiri, kita membutuhkan orang lain dalam pemenuhannya.

Tak sulit rasanya bagi kita untuk mendapat pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis bila kita menjalin relasi yang baik dengan orang lain. Hidup memberikan pengalaman baru setiap harinya. Pribadi kita ditempa ketika dihadapkan pada setiap permasalahan yang ada. Kita dituntut untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dan dapat belajar dari momen kehidupan. Setiap orang yang kita jumpai adalah guru, setiap tempat yang kita kunjungi adalah sekolah. Kita dapat belajar dari apa yang kita jumpai dimanapun kita berada.
Sebagai mahasiswi kedokteran, saat menjadi relawan dalam bakti sosial saya belajar menggunakan waktu saya untuk pelayanan, dengan membantu dokter melakukan anamnesis dan pemeriksaan berat badan, tinggi badan, tekanan darah, gula darah acak, dari situ saya belajar bekerja sama dengan orang lain. Saya juga belajar komunikasi secara langsung dan mempraktikkan empati yang tidak bisa didapatkan ketika pelajaran kuliah di kelas. Sungguh memberikan suatu pengalaman berharga dalam hidup saya bahwa saya boleh belajar dari mereka. Saya belajar memberikan waktu saya yang bermanfaat bagi orang lain, saya belajar sabar menghadapi pertanyaan yang mereka kemukakan, saya belajar skills sebagai bekal menjadi dokter profesional, saya juga belajar bagaimana menjadi pendengar yang baik ketika mereka menyampaikan keluhan apa yang mereka rasakan dan saya belajar berbuat adil dan bijak dalam membuat prioritas. Saya pun belajar mendapat kepercayaan dari mereka.
Satu pengalaman yang tak bisa saya lupakan adalah ketika bakti sosial bulan Maret lalu, tiba-tiba seorang bapak paruh baya yang ternyata pasca stroke datang dengan kondisi setengah sadar dan kami pun mendahulukan untuk memeriksanya. Beberapa pasien yang sudah antre sempat complain kepada kami, tetapi kami berusaha sabar menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu kami harus memprioritaskan pasien yang dalam kondisi gawat darurat. Syukurlah setelah diberi penjelasan, mereka paham dan bisa memakluminya.

Makna sukarela dalam menolong tidak hanya dari segi materi semata, melainkan bisa berupa ketika saya menyediakan waktu, atau tenaga tanpa mengharapkan balasan yang dapat mempengaruhi hidup saya sebagai calon dokter, menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam menolong sesama. Saya bersyukur bisa menjadi berkat bagi orang lain, bisa membantu meringankan beban sakitnya, pada akhirnya Tuhan yang menyembuhkan dan dokter berusaha semaksimal dalam memberikan pelayanan. Mengutip quote Oliver Wendell Holmes, pada akhirnya tugas dokter ialah, ”To cure sometimes, to relief often, and to comfort always.”

No comments:

Post a Comment