Umurku genap 16 tahun pada 24 Juni
mendatang. Aku salah satu dari sekian pemudi di negeri ini yang sedang menempuh
pendidikan di sekolah menengah atas. Aku ingat awal memasuki Juni lalu, Mama menanyakan
prinsip hidupku toh aku sudah hampir
16 tahun. Sempat berpikir sejenak dan seketika itu aku ingat prinsip dasar PMR
yang telah kuperlajari, kemanusiaan, kesamaan, kenetralan, kemandirian,
kesukarelaan, kesatuan, dan kesemestaan.
Menjadi anggota PMR tidak mudah dan
harus memiliki dorongan dari diri yang kuat. Awalnya hanya ikutan teman
sebangkuku dan alasan kami hanya iseng semata. Seiring berjalannya waktu,
semula alasanku yang hanya iseng saja untuk menjadi anggota PMR musnah. Temanku
hanya mampu bertahan 2 bulan dikarenakan kambuh hemophobia. Aku mulai menikmati
tugasku sebagai anggota PMR.
Mama kemudian bertanya kembali dari
ketujuh prinsip tersebut, prinsip apa saja yang kupegang kokoh. Aku ingat
ketika ulang tahun Papa bulan September tahun lalu. Seorang teman Papa yang
menderita asthenia limpa tiba-tiba muntah dan jatuh karena tubuhnya sudah
sangat lemah ketika sedang mengobrol dengan Papa dan lainnya. Kejadian itu
menarik perhatian para tamu yang lain. Tak tinggal diam, kudekati teman Papa
itu. Dugaanku sementara ia keracunan makanan tetapi aku tidak tahu dengan
pasti. Aku teringat pesan Pembina, Kak
Dio jika melihat orang keracunan, jangan kerumuni agar mendapat udara dengan
leluasa tetapi cukup dengan meninggalkan penderita dengan ahlinya. Suasana pesta
saat itu berubah menjadi menegangkan. Segera kuberitahu Papa untuk
menginformasikan tamu agar meninggalkan ruang tamu sementara waktu.
Keadaan teman Papa masih seperti
sebelumnya ketika tamu sudah keluar ruangan. Beliau masih muntah-muntah. Syukur
saja agar racun bisa keluar. Saat itu, Kak Tomy sedang disampingku ikut
membantu juga. Sekarang kami butuh minuman santan kelapa dan atau air kelapa
hijau dan Kak Tomy pun keluar mencarinya. Kelapa hijau dipercaya dapat menawar
racun dalam tubuh. Syukur Kak Tomy tak perlu jauh-jauh mencari air kelapa
hijau. Sejak aku tinggal dirumah ini, pohon kelapa sudah berjejer rapi hingga
halaman belakang rumah dengan tanaman obat lainnya. Kebetulan masih tersisa 3
kelapa hijau di rumah yang dipetik sekitar 2 jam yang lalu untuk persiapan
pesta.
Melihat keadaan teman Papa, segera
kuberikan minuman air kelapa segar tadi. Lalu beliau dilarikan ke Puskesmas 24
jam dekat rumah. Beruntung tidak fatal. Setelah mulai membaik, teman Papa itu
memberitahuku bahwa sekitar 10 menit sebelum menghadiri pesta Papa, beliau
sempat mengkonsumsi semangka dalam jumlah yang lumayan mengenyangkan. Ketika di
pesta Papa, dikonsumsinya lagi sup daging kambing yang tersedia. Pantas saja
beliau muntah-muntah. Semangka adalah buah yang “dingin” dalam makanan
sedangkan daging sebaliknya “panas”. Apabila dikonsumsi secara bersamaan, apa
jadinya. Lebih fatal jika sampai sangat terlambat, karena beliau penderita
asthenia limpa. Syukur aku telah menerapkan prinsip kemanusiaan di lingkunganku
terlepas dari jam ekstrakurikuler PMR. Kuceritakan pengalaman itu pada Mama.
Pada saat ulang tahun Papa tahun lalu, Mama sedang di Bandung.
Mama masih iseng, ia tetap
mempertanyakan prinsipku. Aku tetap berusaha meyakinkan Mama, kujelaskan dengan
rinci prinsip yang paling utama dari PMR yang kupegang kokoh yaitu prinsip
kemanusiaan yang bertujuan melindungi jiwa, kesehatan serta jaminan
penghormatan terhadap umat manusia.
No comments:
Post a Comment