Sepuluh
tahun yang lalu merupakan waktu ketika saya mengenal kepalangmerahan, tepatnya
saat awal menduduki bangku sekolah menengah. Ketika harus memilih
ekstrakurikuler, tanpa pikir panjang, saya langsung memilih PMR. Tidak ada yang
memaksa, semua dari diri saya. Saya jatuh cinta pada dunia kepalangmerahan
sejak awal mengikuti latihan. Meski perkenalan saya kepada kepalangmerahan
berawal hanya dari ekstrakurikuler, namun seiring bertambahnya usia, saya
menjadi lebih belajar dan memahami apa makna dari ketujuh prinsip
kepalangmerahan. Mengedepankan rasa kemanusiaan dan kenetralan, tidak
membeda-bedakan ras, suku, agama, bangsa, dan warna kulit. Kesamaan. Ya, kita
sama-sama manusia yang memiliki hati dan rasa kepedulian.
Kepalangmerahan tidak hanya menjadi
kegiatan untuk mengisi waktu luang atau pengalihan sejenak dari dunia belajar.
Tapi dari sanalah, saya belajar banyak hal. Saya belajar untuk memberikan
pertolongan dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung pada gerakan palang
merah. Beberapa kali saya membantu memberikan pertolongan pertama kepada teman
saya mengalami kecelakaan. Meskipun saya tidak dapat menyembuhkan, tapi dengan
memberikan pertolongan pertama dapat mencegah dari hal-hal yang tidak diinginkan
seperti infeksi.
Pengalaman
pertama saya ketika memberikan pertolongan pertama adalah teman saya, Reny, yang
terjatuh dan kakinya terluka akibat terkena besi beton di lapangan sekolah. Dengan
bermodalkan tas latihan PMR, saya mencoba membersihkan dan menutup lukanya
dengan kasa steril, kemudian membawanya ke seorang dokter. Beruntung, Reny
tidak mengalami tetanus. Dokter mengatakan lukanya ditangani dengan baik dan
Reny dapat segera sembuh. Ajaran kepalangmerahan juga membantu saya ketika
kakak saya mengalami kecelakaan yang cukup parah. Mulai dari luka-luka di
sekujur tubuh hingga harus bed rest
akibat benturan yang cukup parah di kepalanya. Atas pengalaman latihan, saya
dapat merawat kakak saya, mulai dari mengganti perban, membersihkan luka,
hingga membantu melakukan apapun, seperti membersihkan badan dan makan di
tempat tidur.
Beberapa
kali juga saya menjadi panitia penggalangan dana korban bencana. Yang paling
saya ingat saat itu adalah penggalangan bantuan untuk korban gempa bumi Padang
pada tahun 2010. Dibantu oleh teman-teman sekelas, kami mulai memberikan
pengumuman ke tiap-tiap kelas, mengumpulkan bantuan, mencatat segala jenis
bantuan, hingga mendistribusikan pada Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo. Semua
kami lakukan dengan ikhlas dan tulus.
Meskipun ketika kuliah saya tidak
menjadi anggota KSR, saya tetap senang dapat menolong teman-teman. Kecintaan
saya pada gerakan ini membuat saya memutuskan untuk mengambil topik tugas akhir
yang berhubungan dengan kesehatan. Sekarang saya tengah menyelesaikan tugas
akhir dengan topik instrumentasi medis. Saya memiliki cita-cita membuat alat-alat
kesehatan yang akurat, murah, dan dapat digunakan dengan mudah. Harapan saya, setiap
orang menjadi lebih peduli terhadap kesehatan mereka sendiri kemudian menyalurkan
kepedulian tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.
Entah
mengapa, ketika saya dapat membantu seseorang yang memerlukan pertolongan, saya
merasa senang. Bukan senang karena penderitaan orang lain, tetapi ada rasa
kepuasan yang timbul ketika selesai menolong. Terlebih jika melihat orang yang
telah kita tolong menjadi sehat seperti semula. Saya tidak peduli siapa atau apa
latar belakang orang yang saya tolong. Selama saya mampu, akan saya bantu. Saya
percaya, prinsip kepalangmerahan tidak hanya untuk anggotanya saja, tetapi untuk
siapapun. Karena kita semua sama, karena kita semua bersaudara.
No comments:
Post a Comment